Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut Mati Tidak Memberi Nasi...

Kompas.com - 17/01/2012, 08:16 WIB

Oleh HENDRIYO WIDI dan Rini Kustiasih

Genap sudah seminggu laut mati. Laut di mana-mana tak membuka pintu. Laut tak memberikan penghidupan bagi para nelayan di pesisir Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, dan para nelayan Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Angin kencang dan gelombang tinggi di Laut Jawa membuat para pencari ikan menambatkan kapal sembari mengencangkan ikat pinggang. ”Tidak melaut, ya, artinya tidak dapat ikan. Tidak dapat ikan, ya, berarti tidak bisa beli nasi,” kata Suparti (36), istri nelayan Desa Kedungmalang, Jepara, saat mengasuh kedua anaknya di depan gubuknya yang sederhana, Kamis (12/1/2012).

Suparti mengaku persediaan beras untuk keluarga tinggal untuk tiga hari ke depan. Apabila cuaca laut Jepara masih buruk, dia dan keluarga tidak akan mampu membeli beras. Untuk itu, dia terpaksa mengirit beras. Biasanya sehari memasak dua gelas beras, sekarang satu gelas beras.

Apalagi sekarang harga beras mahal. Yang termurah mencapai Rp 6.500 per kilogram (kg), sedangkan yang termahal bisa Rp 8.000 per kg. ”Setiap dua hari sekali suami saya pasti pulang membawa ikan. Pendapatan dari hasil penjualan ikan itu cukup lumayan. Jika mendapat tangkapan banyak bisa mencapai Rp 250.000, tetapi kalau sepi hanya Rp 100.000,” kata Suparti.

Menurut Suparti, sudah tiga hari Yasikun (41), suaminya, terpaksa mencari pekerjaan pengganti. Karena ada tetangga desa sedang membangun rumah, Yasikun pun bekerja di sana sebagai buruh. Hal serupa dialami Yatno (45), nelayan Desa Ujungbatu, Kecamatan Jepara. Dia sudah sepekan tidak melaut karena ancaman angin dan gelombang besar. Bapak tiga anak itu tak berdaya dan mengisi waktu dengan memperbaiki jala. ”Saat cuaca baik, dalam seminggu saya melaut enam kali dengan pendapatan kotor rata-rata Rp 300.000 per hari. Kalau cuaca buruk sama sekali tidak melaut,” katanya.

Istri Yatno, Mintarni (36), terpaksa berutang ke warung. Di warung tinggal ngebon dan dibayar ketika ada uang dari hasil penjualan ikan. ”Kapok meminjam ke lintah darat karena bunganya besar. Misalnya kalau pinjam Rp 100.000 dapatnya Rp 90.000 yang nilainya sama dengan Rp 100.000 dan harus mengangsur Rp 10.000 sebanyak 12 kali,” tutur Yatno.

Setiap tahun, dua kali nelayan di Laut Jawa, terutama di perairan Jepara dan Karimunjawa, mengalami masa paceklik. Hal itu terjadi akibat angin musim barat pada Januari-Februari dan angin musim timur pada Juli-Agustus.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Tengah (Jateng) memperkirakan angin musim barat bakal berlangsung hingga akhir Februari. Saat ini, kecepatan angin di perairan Jepara dan Karimunjawa 11-15 knot, sementara tinggi gelombang di atas 2 meter.

Prediksi BMKG Jatiwangi, Jawa Barat (Jabar), yang membawahkan wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan, cocok dengan prediksi di Jateng. BMKG Jatiwangi memperkirakan, cuaca buruk angin kencang dengan kecepatan 5-20 knot dan hujan deras dengan debit 400 milimeter per detik yang melanda wilayah itu masih akan terjadi sampai Februari. ”Kalau memaksa melaut, wah, perahunya bisa begini, nih…,” ujar Darwita (45), nelayan asal Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jabar, sembari menirukan gerakan kapal yang oleng ke kanan dan ke kiri dengan tangannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com