Pekanbaru, Kompas
Acara dilanjutkan pemindahan harimau liar yang tertangkap beberapa waktu lalu di hutan Rimbangbaling, Indragiri Hulu, Riau, ke kandang observasi. Kandang observasi adalah kandang besi berukuran 6 meter x 6 meter dengan tinggi dua meter.
”Kandang observasi merupakan tempat meneliti dan merawat harimau sebelum dilepas ke alam,” ujar Bastoni, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pelestarian Harimau Sumatera.
Harimau di kandang observasi, kata Bastoni, akan diawasi selama 24 jam lewat kamera tersembunyi. ”Dari rekaman itu, kami mempelajari perilaku harimau dari dekat,” kata Bastoni.
Darori mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya konservasi satwa langka. Apalagi, langkah itu melibatkan perusahaan swasta. ”Saya mengapresiasi langkah Asia Pulp and Paper dan Sinar Mas Forestry dalam melestarikan harimau Sumatera. Saya berharap, ada perusahaan swasta membangun klinik hewan di Riau,” kata Darori.
Terkait banyaknya pembunuhan satwa langka, menurut Darori, pemerintah merevisi Undang-Undang No 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Revisi difokuskan pada ancaman hukuman. ”Selama ini banyak pelaku yang terbukti membunuh satwa langka hanya dihukum dua atau tiga bulan. Padahal, ancaman hukumannya penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta. Kami berharap revisi hukuman minimal lima tahun buat pembunuh satwa langka diterima,” ujar Darori.