CAMBRIDGE, KOMPAS.com - Angkor, kota tua di Kamboja, tempat kerajaan Khmer sempat berjaya pada abad 9-15 dan tempat berdirinya bangunan Angkor Wat, diduga kolaps karena kekeringan. Kesimpulan tersebut merupakan hasil studi Mary Beth Day, pakar limnologi dari Universitas Cambridge di Inggris.
Day adalah ilmuwan yang mempelajari sebab-sebab runtuhnya Angkor. Ia mengatakan, Angkor memiliki sistem penyaluran air meliputi kanal, parit, dan dam penampung air yang disebut baray. Sistem tersebut berguna untuk mencegah wilayah kota dari kekeringan.
"Ketika Angkor kolaps, ada penurunan level air. Dan, lebih sedikit sedimen yang dikirimkan ke baray," kata Day.
Day menjelaskan, populasi Angkor mungkin telah tumbuh pesat saat itu dan tanah mungkin telah ditekan karena penggunaan yang agresif.
"Sedimen yang dikirim ke dam selama masa Angkor lebih lapuk dibandingkan sedimen yang dikirimkan setelah kolaps. Tanah digunakan secara agresif untuk pertanian," urai Day seperti dikutip New York Times, Senin (2/1/2012).
Penggunaan tanah berlebihan dan turunnya level air, serta sedimen menyebabkan sistem penyaluran air tak berfungsi. Akibatnya, terjadilah kekeringan yang memicu kolapsnya kota.
Studi tersebut dilakukan dengan mengambil sampel tanah untuk melihat karakter fisik, kelimpahan elemen dan material lainnya. Hasil studi diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.