JAKARTA, KOMPAS.com — Kekayaan alam Indonesia belum banyak tereksplorasi. Salah satu penyebabnya karena minimnya dana. Rosichon Ubaidillah M.Phil, yang baru dilantik sebagai profesor riset zoologi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengungkapkan, salah satu langkah yang bisa ditempuh untuk mendapatkan dana penelitian adalah melalui lelang nama spesies.
"Uang yang didapatkan bisa diputar untuk mendukung penelitian dan pengembangan peneliti muda," kata Rosichon, Rabu (21/12/2011), yang menekuni taksonomi serangga golongan Eulophinae.
Menurutnya, cara tersebut, telah terbukti efektifitasnya untuk menunjang penelitian. Sejumlah spesies pernah dilelang di Monako dengan perantara Conservation International (CI). Uang yang didapatkan diberikan kepada LIPI untuk pengembangan sumber daya manusia.
"Dengan uang itu, ada lima peneliti taksonomi yang sekarang studi di luar negeri. Semua mempelajari taksonomi organisme laut karena yang dilelang memang spesies lalu," kata Rosichon.
Mekanisme lelang nama spesies, katanya, dilakukan dengan menawarkan spesies baru yang belum dinamai kepada sejumlah pihak. Pihak yang berminat kemudian menyatakan kesediaannya membayar sejumlah dana yang disepakati.
Di Indonesia, kata Rosichon, pihak yang ditawari bisa berasal dari kalangan pengusaha, tokoh kenegaraan, atau pihak lain yang berminat mendukung penelitian.
Menurut Rosichon, lelang nama spesies sudah menjadi hal umum yang lazim dilakukan. Di luar negeri, sudah ada sekitar 500 nama spesies yang diberi nama dengan nama tokoh terkenal. Contoh saja nama Ratu Victoria yang juga sudah diabadikan menjadi nama spesies Victoria Amazonica.
Namun, di Indonesia, upaya ini perlu diperkenalkan lebih dahulu sehingga banyak kalangan yang tertarik. Untuk menarik minat, Rosichon pernah menawarkan spesies untuk dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Waktu itu kami bawa sekitar 40 calon nama spesies baru untuk dipilih Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono)," kata Rosichon yang pernah meraih penghargaan penulis entomologi (ilmu serangga) terbaik dari Blackwell Publication pada tahun 2003.
Tawaran kepada Presiden diharapkan bisa memberi daya tarik yang kuat untuk mengajak beragam kalangan. Di samping itu, nama Ibu Negara Ani Yudhoyono pun sudah dijadikan nama spesies kupu-kupu, Delias Kristianiae. Sayangnya, upaya tersebut ditolak sebelum sampai ke Presiden.
"Karena kami di bawah Kementerian Riset dan Teknologi, waktu itu kami diminta mengajukan lewat mereka. Padahal, birokrasi ini kan rumit dan panjang," kata Rosichon.
Saat ini, Rosichon tengah mengupayakan cara lain agar tujuannya tercapai. Ia menyebutkan, dengan jumlah spesies yang banyak, lelang nama berpotensi menghasilkan dana cukup besar.
Rosichon menjelaskan, penamaan spesies menggunakan nama tokoh terkenal tidak hanya berorientasi mendapatkan uang, namun juga menggugah kesadaran tentang perlunya penelitian, terutama taksonomi, bagi kemajuan bangsa.
"Kita bisa meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam pengetahuan jika penelitian dilakukan. Selama ini kita bergantung pada peneliti asing," katanya.
Rosichon mengungkapkan, taksonomi seringkali dianggap kurang memberikan kontribusi. Padahal, riset taksonomi penting sebelum penggunaan organisme tertentu dilakukan. Taksonomi juga penting, sebab 40 persen dari ekonomi dunia bergantung pada produk keanekaragaman hayati.
Indonesia sebagai salah satu penandatangan COP 10 berkewajiban mengungkap kekayaan hayati yang ada. Salah satu yang perlu dilakukan saat ini adalah mendukung pendanaan dan pengembangan sumber daya manusia untuk riset taksonomi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.