Di tanah kosong dengan dua gawang yang ada di sebelahnya tampak beberapa anak bermain futsal. Di samping bangunan terhampar pantai dan laut.
Sabtu (26/12) sore itu angin bertiup bersahabat. Beberapa remaja mengembangkan perahu layar individual mereka. Perahu lekas bergerak ke tengah laut.
Ruang kecil dan halaman penuh perahu itu adalah pangkalan Klub Layar Neptunus.
Bangunan kecil di belakang Hotel Mercure, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, itu tampak sesak oleh perangkat layar. Ruang ganti, kotak penyimpanan barang, dan ruang pengarahan saling berimpitan. Di halaman tersebut tampak beberapa perahu dan simulator berlayar.
Kecintaannya kepada laut dan olahraga lautlah yang mendorong Choky mendirikan klub layar ini. Apalagi, olahraga bahari yang belum banyak dikenal masyarakat Indonesia ini sesungguhnya punya potensi menjadi wisata bahari yang menantang. Apalagi, Indonesia memiliki laut cukup luas.
Menjadikan olahraga ini sebagai olahraga prestasi, dan memopulerkan olahraga ini sebagai pilihan berwisata yang menyenangkan, itulah niat Choky.
Klub ini memiliki 15 perahu jenis optimis, 10 perahu laser, dan masing-masing dua perahu tipe 420 dan hobi cat selain selancar layar lima set.
Selain itu, klub ini juga memiliki selancar layar merek Techno 293, RSX 8.5, mistral, dan tempat pelatihan selancar layar.
”Kalau beli sendiri, harga perahu dari fiberglass ini mahal, mulai Rp 35 juta sampai ratusan juta rupiah,” ujarnya.
Kalau Anda bergabung bersama 35 anggota Klub Layar Neptunus lainnya, Anda cukup membayar biaya pendaftaran
Umumnya, dalam waktu dua bulan setelah belajar dan berlatih setiap Sabtu dan Minggu, peserta yang belajar sudah mampu dilepas menuju salah satu pulau di Kepulauan Seribu.
Latihan babak pertama berlangsung dari pukul 09.00 sampai pukul 13.00. Setelah makan siang, anggota kembali berlatih hingga pukul 17.00.
Di awal latihan, anggota berada satu perahu dengan pelatih, tetapi pada pekan kedua, anggota dilepas sendiri bersama anggota lain menuju laut lepas di bawah pengawasan satu kapal mesin pelatih dan satu kapal mesin darurat.
Janno Hessel Avicenna (26) dan Samara Malinda (14), keduanya anak Choky, mengatakan amat menikmati olahraga berlayar ini. Badan jelas menjadi bugar, kedua paha kuat, refleks pun cepat. ”Seluruh bagian otot dan organ dalam tubuh bagian atas mengembang bagus,” ujar Janno.
Mereka yang ingin lebih serius dengan olahraga ini bisa terus mengembangkan kemampuannya di klub ini.
”Biasanya pengurus daerah (pengda) olahraga layar melirik anggota klub kami. Setelah anggota kami diambil pengda, mereka berlatih di tempat lain atau tetap berlatih di klub kami,” ujar Choky.
Sejak itulah atlet pelayar pengda mendapat fasilitas dari pengda mereka masing-masing termasuk perahu-perahu fiberglass nan mahal itu. Saat musim pertandingan, perahu-perahu mereka bawa ke lokasi pertandingan. Tetapi saat kosong, perahu-perahu tersebut bisa dimanfaatkan klub.
Choky mengatakan, mereka yang berminat pada olahraga berlayar ini sebagian besar dari kalangan nelayan. Mereka umumnya berasal dari keluarga prasejahtera dan berpendidikan rendah, dan berlatih hanya pada saat tidak bekerja.
”Mereka juga tidak menguasai bahasa Inggris. Padahal, semua taktik dan strategi dalam lomba layar beregu menggunakan bahasa Inggris,” ujar Choky sambil menunjukkan buku Racing Rules of Sailing 2009-2012 terbitan International Sailing Federation.
Sedihnya lagi, lembaga atau perusahaan yang berminat pada olahraga berlayar tidak banyak. Selama ini, hanya TNI Angkatan Laut dan Pertamina yang peduli.