BENGKULU, KOMPAS.com - Hak tenurial atau status penguasaan dan akses atas hutan bagi 26 masyarakat adat di Provinsi Bengkulu masih semu.
"Hak tenurial masyarakat adat masih semu, terbukti banyak masyarakat adat di Bengkulu tersingkir dari ruang kelola terhadap hutan," kata Ketua Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu Haitami Sulami di Bengkulu, Kamis (8/12/2011).
Ia mencontohkan masyarakat adat Serawai Semidang Sakti di Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma yang kehilangan hak tenurial akibat operasi PTPN VII.
Masyarakat adat berupaya merebut kembali hak kelola mereka, namun dituduh menghalang-halangi aktivitas perusahaan milik negara tersebut.
Contoh lain, tiga masyarakat adat di Kabupaten Kaur yakni masyarakat adat Semende Muara Sahung, Marta Tetap Tanjung Agung dan Marga Sambat yang tersingkir akibat kehadiran perusahaan perkebunan sawit PT Desaria Plantation Mining.
"Bukan hanya merampas akses mereka terhadap hutan, bahkan lahan perkebunan yang selama ini masyarakat menggantungkan hidupnya, juga diserobot perusahaan atas izin negara," katanya.
Padahal, kata dia, sejak ratusan tahun hutan merupakan segalanya yang menyediakan apa saja yang mereka perlukan, sekaligus menjadi identitas mereka.
Khusus di Provinsi Bengkulu, kata dia terdapat 26 masyarakat adat yang belum memiliki akses terhadap hutan di tempat asal mereka.
Haitami menjelaskan, "Hutan yang sudah lama menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat adat sudah hampir punah karena pengelolaan amburadul oleh pemerintah."
Menurutnya, pemerintah hanya memandang hutan sebgai investasi. Peraturan perundangan disusun untuk mempermudah investasi, mengabaikan kebutuhan masyarakat adat.