Saat ini, perunding lebih dari 190 negara menghadiri Pertemuan Para Pihak ke-17 (COP-17)/ Pertemuan Para Pihak untuk Protokol Kyoto ke-7 (CMP-7) Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim
”Indonesia hadir harus menjadi solusi gobal. Juga harus ada perjuangan bagi negeri sendiri,” kata Presiden di kantornya, Kamis (1/12), mengawali pertemuan dengan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim yang juga Ketua Delegasi Indonesia Rachmat Witoelar serta Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya.
Presiden juga mengingatkan agar semua anggota delegasi memahami posisi dasar Indonesia. Mereka juga diminta tidak mengeluarkan pernyataan pers yang saling bertolak belakang.
”Jangan sampai press statement bertabrakan dengan posisi dasar kita. Harus one central approach, one central position,” kata Presiden.
Seusai pertemuan tertutup 45 menit, Rachmat Witoelar mengatakan, keputusan global dilanjutkannya Protokol Kyoto sulit diwujudkan di Durban. Oleh karena itu, delegasi Indonesia fokus pada kepentingan dalam negeri.
”Khususnya untuk operasionalisasi fast track funding (dana cepat), pembentukan green climate fund (GCF), percepatan pemberian dana adaptasi bagi daerah rentan, serta transfer teknologi. Itu yang akan kami perjuangkan sambil memperjuangkan keputusan besarnya untuk COP berikutnya,” katanya.
Pada COP-15 di Kopenhagen, Denmark, tahun 2009, disepakati akan ada dana cepat untuk negara-negara rentan dampak perubahan iklim, sekaligus pembangunan rendah karbon. Jumlah dana ditargetkan 30 miliar dollar AS (Rp 270 triliun dengan kurs 1 dollar AS > Rp 9.000) pada 2012. Negara-negara proyek percontohan, yaitu Uganda (Afrika), Nepal (Asia), dan Peru (Amerika Selatan).
Seperti diberitakan kantor berita AFP, perundingan dana iklim GCF terhambat karena ada tiga pendapat berbeda. Intinya tak sepakat dengan kesepakatan di Cancun, Meksiko, tahun lalu.
Menurut Jonathan Pershing dari AS, ”Jika dirancang dengan baik, dana itu akan menjadi dana utama global untuk pendanaan iklim.” Perencanaan GCF terburu-buru sehingga banyak kesalahan dan inkonsistensi.
Arab Saudi menolak jika dana itu dari pihak swasta. Dana GCF harus dari publik atau anggaran negara.