Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bulus Raksasa Ditemukan di Ciliwung sejak 1908

Kompas.com - 17/11/2011, 21:26 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com — Pakar herpetologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Institut Teknologi Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar, mengatakan, bulus raksasa Ciliwung (Chitra chitra javanensis) sudah ditemukan sejak seabad lalu.

"Kalau ada yang mengatakan ini piaraan yang lepas atau introduksi pasti itu salah. Sebab, bulus ini ditemukan pertama kali tahun 1908," kata Djoko.

Penemuan pertama tahun 1908, kata Djoko, mendapatkan dua individu. Satu individu kemudian disimpan di Museum Biologi Bogor dan satu lagi disimpan di salah satu museum di Jerman.

Setelah penemuan pada tahun 1908 tersebut, sangat sedikit laporan penemuannya. Penemuan selanjutnya baru dilaporkan 70 tahun kemudian, tahun 1971 dan 1973.

"Nah yang ditemukan tahun 1971 dan 1973 itu ada tiga ekor totalnya," kata Djoko saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/11/2011).

Penemuan bulus raksasa Ciliwung ini menambah rekam data yang diungkapkan pakar herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mumpuni, yang mengatakan, bulus raksasa pernah ditemukan di Radio Dalam dan Tanjung Priok.

Penemuan terakhir bulus raksasa ini pada Jumat (11/11/2011). Bulus raksasa yang ditemukan di wilayah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, ini memiliki ukuran 140 x 90 cm dan berat 140 kilogram.

Dengan sejarah penemuan tersebut, ilmuwan yang pernah meraih Habibie Award di Bidang Ilmu Dasar tahun 2005 itu meyakini, Ciliwung memang habitat Chitra chitra javanensis.

Meski sudah ditemukan sejak lama, kajian tentang spesies ini menurut salah satu pemenang Habibie Award itu sangat minin. Keterbatasan dana dan sulitnya metode penelitian menjadi faktor penghambat.

"Enggak ada dana. Lalu kalau melakukan penelitian juga harus saat kemarau panjang. Kalau sungainya terlalu dalam kan susah untuk menelitinya," jelas Djoko.

Chitra chita javanensis yang ditemukan ialah hewan yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature.

Menurut Djoko, hal yang harus dilakukan saat ini adalah penelitian dan penangkaran untuk tujuan reproduksi. Cara itu bisa mencegah bulus dari kepunahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com