Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKSDA Monitor Lokasi Bulus Raksasa Menampakkan Diri

Kompas.com - 17/11/2011, 15:47 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penemuan bulus raksasa (Chitra chitra javanensis), yang diketahui merupakan hewan terancam punah berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature dan dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 pada Jumat (11/11/2011), tak cuma membuat geger, tetapi juga menimbulkan pertanyaan. Apakah Sungai Ciliwung merupakan habitat bulus raksasa itu?

Pakar herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Mumpuni, dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (15/11/2011), mengatakan, bulus raksasa itu pernah ditemukan di Sungai Ciliwung tahun 1980-an. Tepatnya, bulus raksasa itu ditemukan di wilayah Radio Dalam dan Tanjung Priok.

Namun, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ahmad Saerozi saat dihubungi, Rabu (16/11/2011), mempertanyakan hal tersebut. Ia mengatakan, BKSDA sejauh ini belum pernah menemukan satwa tersebut. Ia mengungkapkan, ada kemungkinan bahwa bulus raksasa itu adalah lepasan dari piaraan warga.

Untuk menyelidiki hal tersebut, tim BKSDA kemarin mendatangi lokasi penemuan bulus raksasa itu. Ketika bertemu Haji Bombay–yang menampung bulus raksasa–tim BKSDA menemukan fakta bahwa bulus raksasa tidak ada karena sudah dilepaskan pada Rabu dini hari. Namun, tim berhasil mengorek beberapa informasi dari warga.

"Dari keterangan Haji Bombay, bulus raksasa itu sering dijumpai warga. Biasanya warga menemukan bulus itu di aliran sungai yang kedalamannya sekitar 10 meter. Bulus itu menyembulkan kepalanya," kata Budi Mulyanto, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA DKI Jakarta, saat dihubungi, Kamis (17/11/2011).

Ada empat lokasi di mana bulus raksasa itu sering ditemui. Keempat lokasi itu adalah Kudung Babi, Kedung Raden, Kedung Wuni, dan Kedung Kuda, yang semuanya berada di wilayah aliran Sungai Ciliwung. Pelepasan bulus dilakukan di Kedung Wuni, berada di dekat tempat latihan Kopassus yang juga berdekatan dengan Tanjung Barat.

"Saat ini kami sudah kerahkan tim untuk melakukan monitor di lokasi-lokasi tersebut," kata Budi. Monitoring meliputi observasi jika bulus tersebut muncul ke permukaan maupun menjaring informasi dari warga sekitar tentang penampakan bulus itu. Menurut Budi, jika Sungai Ciliwung menjadi habitat satwa itu, pasti bulus tersebut pasti akan sering dijumpai.

Hasil monitoring akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. Bila Ciliwung merupakan habitat bulus raksasa langka itu, langkah konservasi tentu harus dilakukan. Penyelesaian masalah Ciliwung tidak hanya akan mencakup masalah tumpukan sampah, tetapi juga keanekaragaman hayati di dalamnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, mayoritas ikan, udang, kepiting, dan moluska Ciliwung telah punah. Kepunahan ikan mencapai 92 persen dari total biota yang ada berdasarkan riset tahun 2009 oleh LIPI dengan membandingkan koleksi biota di Museum Biologi Bogor. Kepunahan bulus raksasa ini harus dicegah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com