SUNGGUMINASA, KOMPAS.com- Keragaman spesies anggrek yang dimiliki Indonesia justru kerap diabaikan oleh pemerintah setempat. Tak heran, banyak anggrek lokal yang dicuri dan dikembangkan di luar negeri.
"Banyak anggrek kita dicuri dan dibawa ke luar negeri. Saat ini kan mudah, tinggal bawa batangnya saja lalu dikembangkan dengan kultur jaringan," ujar Riantini Wanandi, Ketua Bagian Promosi dan Produksi Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI), Minggu (23/10/2011).
Di Indonesia, diperkirakan terdapat ribuan spesies anggrek yang 500 di antaranya bernilai komersial. Kendati demikian, dokumentasi bahkan konservasi beberapa spesies anggrek yang endemis bisa dikatakan minim.
Untuk menyebut salah satunya, Phalaenopsis amabilis var celebica sebagai plasma nutfah Sulawesi justru terancam oleh pertambangan nikel di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Sebagai langkah awal, PAI tengah mendokumentasikan keragaman anggrek di semenanjung Sulawesi. Namun, ke depan dibutuhkan strategi konservasi yang efektif.
"Saat ini, fokus pemerintah tentu bukan anggrek, tetapi pangan. Jadi sulit untuk mengembangkannya," ujar Riantini.
Padahal, anggrek bisa menyejahterakan petaninya jika diseriusi. Harganya yang relatif mahal membuat pasar bunga ini terbatas namun selalu ada. Petani juga bisa memproduksi bibit untuk memenuhi permintaan luar negeri.
Di Sulsel, saat ini terdapat Kebun Bunga Rania di Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, yang dikelola Mufidah Jusuf Kalla. Kebun seluas 2.000 hektar ini memfokuskan diri pada upaya kawin silang anggrek bulan. Dari kebun ini juga diharapkan dapat dihasilkan bibit yang akan dijual dengan harga rendah kepada petani.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!