Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Sisi Harus Dikaji

Kompas.com - 20/10/2011, 02:40 WIB

Jakarta, Kompas - Dua sisi pengembangan transgenik, yaitu sisi positif dan negatif, harus dikaji secara cermat. Keuntungan yang didapat tidak boleh mengabaikan kemungkinan risiko yang mungkin muncul dari produk transgenik. Untuk itu, kehati-hatian perlu diperhatikan.

Nurmayanti, dari Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, dalam tesis S-2-nya di Program Pascasarjana UI, mengungkapkan, penerapan teknologi selalu memiliki nilai positif dan negatif. Demikian pula dengan rekayasa genetika yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah keragaman hayati.

”Dampak merugikan terjadi jika tidak hati-hati dan tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan,” paparnya.

Pemanfaatan organisme transgenik memang dapat membantu memperbaiki jumlah dan kualitas panen, meningkatkan kandungan protein dan vitamin pada tanaman, memperbaiki kesehatan dan daya tahan tanaman terhadap hama sehingga dapat mengurangi penggunaan pestisida dan herbisida anorganik.

Namun, ada pula kerugian dalam penggunaan organisme transgenik, yaitu munculnya sumber alergi baru karena memanipulasi genetika protein, yang diketahui sebagian besar penyebab alergi. Risiko lain adalah terjadinya resistensi antibiotik pada manusia pengonsumsi tanaman tersebut, munculnya hibrid virus-mikroba baru yang lebih berbahaya, munculnya gulma super yang sulit ditangani, serta membuat hama menjadi resisten dan racun pestisida menjadi tidak efektif.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Benih Indonesia sekaligus Ketua Asosiasi Perbenihan Hortikultura Afrizal Gindow, Rabu (19/10), di Jakarta, mengatakan, tantangan iklim kian berat. ”Saya melihat transgenik sudah harus jamak diterima. Tantangan budidaya kian berat dan transgenik menjadi salah satu solusi,” katanya.

Apalagi sejumlah negara berkembang, seperti Brasil, India dan Filipina, juga sudah menerapkan transgenik. Peningkatan produktivitas tanaman jagung transgenik di Filipina per hektar bisa tinggi. ”Studi juga sudah banyak dilakukan. Eropa, yang tadinya menentang, sekarang mulai menerima,” katanya.

Pengurus harian Dewan Jagung Nasional, Adhie Widiharto, mengatakan, teknologi transgenik terus berkembang. Kalau tidak turut mengembangkan, Indonesia bakal tertinggal.

Data Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia menunjukkan, LIPI mengembangkan tanaman transgenik padi tahan wereng batang coklat, tetapi tertunda. Kemudian berhasil mengembangkan padi tahan penggerek batang, padi tahan penyakit blast, padi tahan kering kerja sama dengan Balai Besar Biogen.

UNS mengembangkan padi tahan tungkro, Unud dengan kedelai peningkatan kandungan albumin dan peningkatan produktivitas, IPB dengan kentang terhadap virus PVY, tahan jamur dan cacing mematoda, serta tahan penyakit bakteri.

UGM mengembangkan kubis tahan hawar daun, swasta dengan tebu dengan kandungan gula tinggi, juga PTPN XI dengan tebu tahan kekeringan.

Padi transgenik yang tahan hama penggerek batang telah direkayasa oleh peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. (YUN/MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com