Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indyo Pratomo: Mencintai Gunung Api

Kompas.com - 12/10/2011, 11:08 WIB
Ahmad Arif,
Amir Sodikin,
Indira Permanasari S

Tim Redaksi

Indyo juga lihai menjelaskan Kaldera Batur di Bali karena dia termasuk orang yang antusias mengusulkan keunikan Kaldera Batur agar bisa diajukan menjadi taman bumi atau geopark dunia. Geopark adalah konsep mengelola sebuah kawasan berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan dari UNESCO.

Dari semua gunung api itu, Gunung Kelud merupakan ”anak emasnya”. Gunung di Jawa Timur ini menjadi ajang penelitian jenjang doktoral Indyo bersama vulkanolog Surono—sekarang Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Gunung Api—di Universitas Blaise Pascal, Clermont-Ferrand, Perancis, tahun 1990-an.

Ketika penelitian itu berlangsung, Gunung Kelud meletus, membuat penelitian keduanya semakin seksi dan dicari. ”Saya meneliti Kelud untuk disertasi antara 1989 dan 1992. Tahun 1990 Gunung Kelud meletus, dari situlah ilmu saya langsung bernilai,” kata Indyo.

Semangat meneliti

Dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang langka soal gunung api, Indyo kini bermuara di Museum Geologi menjelang akhir kariernya sebagai pegawai negeri. Berada di lingkungan Museum Geologi, yang selama ini dipersepsikan ”kuno”, justru membuat Indyo lebih leluasa mengomunikasikan ilmunya kepada masyarakat awam.

”Di museum harus memiliki modal untuk menjelaskan kepada masyarakat umum apa yang terjadi di tiap kaldera gunung api,” katanya.

Walaupun menguasai ilmu geodinamika, petrokimia, gas, bahkan panas bumi, Indyo merasa jatuh cinta dengan gunung api. Dia tak tertarik terjun ke dunia pertambangan atau perminyakan, yang menarik sebagian besar geolog Indonesia.

”Dulu saya mendalami geologi di akademi hanya sepotong-sepotong. Begitu ke Belgia, saya tahu luasan jangkauan geologi itu sangat luas. Hingga akhirnya ke Perancis untuk lebih memperdalam ilmu tentang gunung api,” kata Indyo.

Walau Indyo sudah keliling ke banyak gunung untuk mempelajari karakteristiknya, hal itu justru membuat ia merasa pengetahuannya terbatas. ”Hanya sedikit yang saya ketahui. Dari 129 gunung aktif saja, saya baru meneliti intensif 10-15 gunung api,” ujar Indyo.

Ia cukup beruntung karena bisa memperdalam vulkanologi dan geologi di luar negeri. Namun, keresahan kini menghinggapinya karena Indonesia hingga kini belum memiliki sekolah khusus tentang gunung api. ”Justru yang akan membangun kampusnya adalah Singapura. Ini ironi di negeri cincin api,” kata Indyo.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com