Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSDA Awasi Kura-kura Moncong Babi

Kompas.com - 07/10/2011, 19:39 WIB
Erwin Edhi Prasetyo

Penulis

MERAUKE, KOMPAS.com — Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Merauke, Provinsi Papu, akan melakukan pengawasan secara rutin di habitat baru kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta).

Hal itu dilakukan untuk mencegah kura-kura moncong babi yang sudah dipulangkan dan dilepasliarkan di Merauke itu diburu dan diselundupkan lagi.  Satwa dilindungi itu rawan diburu dan diselundupkan karena memiliki nilai tinggi di luar negeri.

Nilai kura-kura moncong babi yang mahal di luar negeri membuat satwa itu terus menjadi incaran orang untuk ditangkap dan diselundupkan.

"Kami akan memonitor secara rutin habitat baru kura-kura itu," kata Suwarji Wakang, Staf Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Merauke, di Merauke, Jumat (7/10/2011).

Kura-kura moncong babi yang dipulangkan dari Hongkong ke Indonesia beberapa hari lalu dilepasliarkan di daerah Bupul yang berjarak sekitar 240 kilometer dari pusat Kota Merauke.

Menurut Suwarji, Bupul memiliki karakteristik alam sesuai habitat asli kura-kura itu. Satwa asli daerah Papua bagian selatan itu memiliki habitat asli di wilayah Kabupaten Asmat, Papua.

Satwa itu di antaranya banyak ditemukan di Sungai Vriendschap, Asmat, dengan daerah penyebaran sampai ke Kabupaten Mappi, Boven Digoel, dan Merauke.

Kepala Subdit Konservasi Perlindungan dan Perburuan Hewan Kementerian Kehutanan Nunu Anugrah sebelumnya di Jakarta mengatakan, nilai ekonomis 610 kura-kura moncong babi ini setara Rp 10,98 miliar.

Pihaknya belum tahu pasti modus penyelundupan kura-kura moncong babi itu hingga bisa sampai ke Hongkong. Satwa itu berhasil dipulangkan oleh Kementerian Kehutanan setelah Pemerintah Hongkong menyita satwa dilindungi itu pada Januari 2011.

Suwarji menduga, kura-kura moncong babi diselundupkan melalui kapal laut, dimungkinkan dari Agats, Asmat, dan Timika, ke Jawa atau langsung dikirimkan menuju Batam. "Kalau lewat angkutan udara kemungkinan kecil karena pengawasannya cukup ketat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com