Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antipenuaan atau Awet Sehat?

Kompas.com - 04/10/2011, 05:43 WIB

OLEH IRWAN JULIANTO

Soal awet muda sudah lama jadi impian banyak orang sejak awal peradaban manusia. Adanya kebutuhan orang enggan cepat tua dan ingin tetap awet sehat menjadi lahan basah bagi praktisi kedokteran modern ataupun pengobatan tradisional. Di Indonesia, belum ada rambu yang jelas agar tak terjadi malapraktik yang merugikan masyarakat. 

Bagi Anda yang masih mengalami masa Presiden Soekarno, tentu pernah mendengar nama Ana Aslan. Dokter Romania (1897-1988) ini amat terkenal sebagai orang yang bisa memberikan terapi awet muda. Tak kurang dari Presiden Perancis Charles De Gaulle, Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy, pemimpin RRC Mao Ze-dong, pemimpin Vietnam Ho Chi-minh, bahkan Soekarno konon pernah berobat ke klinik Ana Aslan.

Gerovital H3, temuan Ana Aslan, diklaim sebagai pengobatan medis revolusioner dan hingga kini derivatifnya masih digunakan di puluhan negara. Nama Ana Aslan yang meninggal pada usia 91 tahun diabadikan sebagai nama Institut Gerontologi dan Geriatri di Romania, merupakan yang pertama di dunia dan diakui oleh WHO.

Masih ada lagi tokoh yang gigih mengampanyekan bahwa vitamin C dosis tinggi dapat menyebabkan awet muda. Ia adalah Linus Pauling (1901-1994). Pemenang dua Hadiah Nobel untuk Kimia dan Perdamaian ini meyakini vitamin C dosis tinggi sebagai obat awet muda. Klaim ini tetap diyakininya hingga Pauling meninggal pada usia 93 tahun.

Adalah Prof Dr Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta, yang pernah intensif meneliti penyebab proses penuaan dini. Ia berhasil membuktikan salah satu penyebabnya adalah kerusakan di kromosom mitokondria. Menurut Prof Sangkot, kian banyak radikal bebas akan lebih banyak kerusakan terhadap DNA mitokondria sehingga kerja mereka tidak efisien. Berarti, mitokondria tidak memperoleh sebagian besar energi yang berasal dari pembakaran gula dan oksigen. Akibatnya, terjadi penurunan kadar adenosin trifosfat (ATP), sumber energi utama, walaupun tubuh kita mendapat asupan nutrisi yang cukup. Riset tentang ATP di dunia menghasilkan dua Hadiah Nobel Kimia pada 1978 dan 1997.

”Saya dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa aktivitas mitokondria manusia terus menurun seiring dengan meningkatnya usia. Batas usia tertinggi manusia maksimum adalah 120 tahun. Mau berumur panjang lebih panjang lagi? Hambat kerusakan mitokondria. Perlambatan proses penuaan dapat diintervensi dengan meningkatkan efisiensi produksi ATP, antara lain dengan konsumsi vitamin K, vitamin C, dan koenzim Q10,” kata Sangkot (Kompas, 21/10/2009).

Kunci penyebab penuaan lain adalah kerusakan pada telomer, ujung kromosom pada inti sel. Penelitian tentang ini telah mengantar tiga peneliti (Carol Greider, Elizabeth Blackburn, dan Jack Szoztak) memperoleh Hadiah Nobel Kedokteran tahun 2009. Menurut mereka, kerusakan telomer menyebabkan sel-sel berhenti membelah dan berkembang, bahkan bunuh diri sel (apoptosis), yang akan memengaruhi kondisi penuaan.

Jadi rebutan lahan

Penelitian tentang penyebab penuaan dari sisi biologi molekuler terlalu rumit untuk dipahami, bahkan oleh para dokter sekalipun. Ini dinyatakan oleh seorang dokter yang menjadi salah satu narasumber di Semiloka Kedokteran Anti-Penuaan dan Regeneratif di Bandung, 30 September-1 Oktober lalu. Semiloka ini diadakan oleh Perhimpunan Kedokteran Anti-Penuaan Indonesia (Perkapi).

Pada saat yang sama, di Jakarta berlangsung Konferensi Keawetsehatan, Anti-Penuaan dan Estetika 2011 yang diadakan oleh Perhimpunan Dokter Praktisi Awet Sehat Indonesia (Perpasti). Perpasti yang terbentuk tahun 2006 merupakan pengerucutan Perkumpulan Awet Sehat Indonesia (Pasti) yang anggotanya tak hanya para dokter. Hingga kini, baik Perkapi maupun Perpasti belum resmi menjadi perhimpunan dokter seminat di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Masih ada lagi lembaga swasta yang berpusat di AS yang meluaskan jangkauannya ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Yaitu, American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M). Lembaga yang didirikan tahun 1993 oleh dua dokter ahli penyakit tulang, Robert Goldman dan Ronald Klatz, ini hingga 2011 telah melatih dan memberikan sertifikat terapi antipenuaan kepada 26.000 dokter/ praktisi di 110 negara. Ironisnya, A4M tidak diakui oleh Persatuan Dokter AS (AMA) dan Perhimpunan Dokter Spesialis AS. Beberapa dokter tokoh kedokteran antipenuaan di Indonesia pernah bekerja sama dengan lembaga A4M ini.

Prof Dr Wimpie Pangkahila, Wakil Ketua Umum Perkapi, dalam bukunya yang baru saja terbit, Anti-Aging: Tetap Muda dan Sehat, secara tersirat mempersoalkan A4M dan mengingatkan para dokter sejawatnya: ”Sesungguhnya, ada lembaga asing yang berkeliaran di Indonesia melalui calonya, menjual sertifikat atau diploma Anti-Aging dengan dalih melalui ujian. Tak sedikit dokter kita yang terkecoh karena tak menyadari bahwa sertifikat itu tidak diakui di Indonesia, bahkan di negaranya sendiri. Inilah cara bisnis yang merugikan para dokter kita.”

Sebenarnya bukan hanya para dokter yang dirugikan, tetapi juga masyarakat. Agaknya upaya menangkal penuaan merupakan lahan yang diperebutkan kalangan medis ataupun praktisi pengobatan alternatif.

Tak kurang dari Prof Dr Agus Purwadianto, anggota staf ahli Menteri Kesehatan, di Bandung, mengingatkan bahaya komersialisasi kedokteran antipenuaan. Ia menyarankan agar Perkapi dan Perpasti segera meleburkan diri sehingga dapat bernaung di bawah payung IDI. Kedokteran antipenuaan dan regeneratif yang multidisiplin sungguh membutuhkan keluhuran profesi dokter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com