Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terumbu Karang Kian Hancur

Kompas.com - 07/09/2011, 02:30 WIB

INGKI RINALDI

”Rusak,” kata Samsuardi. ”Parah,” imbuh Yasser Arafat. Itu adalah kata pertama yang terucapkan keduanya saat baru saja naik ke kapal, melepas tabung dan selang oksigen yang menopang hidup mereka sewaktu menyelam di kedalaman laut sekitar setengah jam sebelumnya.

Hari itu, Senin (4/7), Yasser dan Samsuardi baru selesai menyelam di sisi selatan perairan Pulau Pagang yang terletak di Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.

Samsuardi adalah pakar terumbu karang. Yasser merupakan ahli perikanan. Mereka tergabung dalam tim survei lapangan identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil di Kabupaten Pesisir Selatan dan Pasaman Barat.

Koordinator tim tersebut, Harfiandri Damanhuri dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang, mengatakan, survei dilakukan untuk dua tujuan. Pertama, untuk menentukan status sebagai kawasan wisata. Kedua, sebagai pengembangan rencana kawasan minapolitan.

”Jadi di dalamnya termasuk pendirian galangan kapal, pengalengan ikan, dan sebagainya,” jelas Harfiandri.

Hari itu penyelaman dilakukan di sisi selatan, barat, utara, dan timur pulau. Dilakukan pada kedalaman sekitar tujuh meter dengan suhu air laut pada kisaran 29 derajat celsius.

Selain Yasser dan Samsuardi, terdapat tim survei lain yang tergabung dalam perusahaan konsultan teknik Delta Arsitektur. Mereka mengumpulkan sampel air laut, mengukur derajat keasaman air di kawasan itu yang tercatat bernilai 8.

Pada survei terumbu karang dan ikan, metode line intercept transect dan rapid reef inventory digunakan untuk mengumpulkan data. Metode itu mengandalkan kemampuan visual mengenali obyek pengamatan dan biasanya hanya bisa dilakukan para peneliti dengan jam terbang tinggi.

Sudah rusak

Praktiknya, pengamatan terumbu karang dilakukan sepanjang meteran yang digunakan. Sementara pendataan jenis ikan dilakukan dengan sensus secara visual dalam radius 2,5 meter ke kanan dan 2.5 meter ke kiri dalam panjang wilayah 70 meter.

”Secara umum kondisi terumbu karang di Sumbar memang rusak. Sebabnya, turut dipengaruhi pula oleh fenomena El Nino dan La Nina selain penangkapan ikan dengan potasium atau bom ikan,” kata Samsuardi.

Kejutan baru terjadi pada titik penyelaman kedua di sebelah barat pulau. Di sana, setidaknya 25 persen hingga 30 persen tutupan terumbu karang hidup yang mendiami dasar perairan itu. ”Kami tidak menyangka, ini temuan mengejutkan. Karena sisi barat ini arusnya kencang karena langsung berhadapan dengan samudra,” tambahnya.

Sejumlah genus terumbu karang seperti monthipora, pocillopora, seriatopora, dan favites, ditemukan dalam pendataan itu. Sementara untuk jenis ikan, relatif hanya ikan mayor berupa sejumlah jenis ikan hias yang ditemukan.

”Untuk pendataan seperti ini biasanya ada tiga kelompok ikan yang didata. Ikan indikator karena berkaitan erat dengan keberadaan terumbu karang, ikan target yang bernilai ekonomis seperti jenis-jenis kerapu, dan ikan mayor yang kebanyakan adalah ikan hias,” kata Yasser.

Berdasarkan indikator dari empat lokasi penyelaman diketahui terumbu karang dalam keadaan jelek dengan persentase di bawah 25 persen. Ini kondisi terbawah dari empat status yang ada, yakni baik sekali, baik, sedang, dan jelek.

Pulau Pagang secara geografis berbatasan dengan Pulau Sikuai dan Pulau Pasumpahan, Kota Padang, di sisi utara. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, selatan dibatasi Pulau Marak di Kabupaten Pesisir Selatan. Di barat berbatasan dengan selat Kabupaten Kepulauan Mentawai dan samudra Hindia.

Luas tutupan lahan hutan mencapai 18,61 hektar. Sementara luas total pulau itu mencapai 25,88 hektar.

Harfiandri mengatakan, pulau itu dulunya digunakan sebagai lokasi pembinaan narapidana yang dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Padang yang berada di Jalan Muara, Kota Padang. Namun kini pulau itu kerap dikunjungi sebagai lokasi pariwisata sekalipun tidak dikelola secara profesional.

”Selama tahun 1960 hingga 1980-an, Pulau Pagang ditempati sejumlah narapidana. Mereka ditugasi menanam kelapa dan menjaga pulau ini,” kata Polin, warga Pulau Pagang.

Saat itu setidaknya ada tujuh pulau lain di sekitar Pulau Pagang yang juga digunakan untuk keperluan sama. ”Setiap pulau jumlahnya sekitar lima orang,” kata lelaki asal Sumatera Utara ini.

Polin yang sudah 20 tahun tinggal di pulau-pulau sekitar Pulau Pagang, mengetahui kisah itu dari sejumlah orang sebelumnya. Pada masa itu, setidaknya hingga 20 tahun lalu, Polin mengatakan kondisi pantai dan terumbu karang masih menakjubkan. Kondisi mulai berubah drastis sekitar lima tahun lalu.

”Saat itu puluhan nelayan mulai mencari ikan teri dengan cara meregangkan tali dengan jangkar pada haluan dan buritan kapal yang menancap di atas karang di pinggiran pantai,” kata Polin. Itu dilakukan karena ikan teri yang pergi berombongan kerap berenang bersama di sekitar tepi pantai.

Bencana terjadi ketika jangkar dilepas atau terlepas, karena saat itu mata jangkar seperti menggaruk terumbu karang hidup di atas substrat pasir yang rentang. Akibatnya, pemandangan terumbu karang mati yang terbalik-balik menjadi umum terlihat. Pada bagian atas karang tumbuh alga mayor yang termasuk dalam kelompok rumput laut dengan spesies Padina australis.

Tumbuhnya Padina australis di atas bebatuan karang menjadi indikator matinya terumbu karang. ”Mengapa Padina australis, karena spesies itu yang kemudian bertahan dalam kondisi tersebut,” jelas Samsuardi.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmeri mengaku, hingga sejauh ini pihaknya belum memiliki rencana untuk merevitalisasi terumbu karang di kawasan itu. ”Untuk program khusus belum ada. Sebab program terumbu karang hanya di Kepulauan Mentawai,” katanya.

Memang memprihatinkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com