Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan Terumbu Karang Teluk Lampung

Kompas.com - 19/08/2011, 03:13 WIB

Yulvianus Harjono

Setelah mengampanyekan ”anti-mengonsumsi ikan hasil pengeboman dan potas”, beragam komunitas menginisiasi transplantasi terumbu karang di Teluk Lampung. Aksi konkret mereka bertujuan membendung laju kerusakan ekosistem di kawasan itu sekaligus melestarikan biota laut sebagai sumber penghidupan nelayan setempat.

Perusakan dan upaya perbaikan ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung dewasa ini seolah berpacu dengan waktu. Aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom dan potas—beriringan dengan tren pemanasan global—terus membinasakan ribuan hektar areal terumbu karang sebagai habitat ikan.

Di tengah fenomena kehancuran itu, beberapa tahun terakhir muncul gerakan penyelamatan terumbu karang secara sporadis. Gerakan itu diikuti berbagai kalangan, termasuk pelajar, mahasiswa, aktivis lingkungan hidup, dan pembudidaya ikan.

Meskipun strategi dan lokasi kegiatannya bebeda-beda, ”benang merah” kesamaannya tetap bisa ditarik. Mereka sama-sama meyakini bahwa belumlah terlambat melakukan aksi konkret untuk menyelamatkan terumbu karang dan masa depan warga di kawasan Teluk Lampung.

Di Pantai Ringgung, Kabupaten Pesawaran, misalnya, hampir setiap bulan terlihat aktivitas pelajar dan mahasiswa yang melakukan transplantasi atau penanaman terumbu karang. Akhir Juli lalu, puluhan remaja rela berbasah-basah di laut untuk meletakkan rangkaian rak berisi substrat koral atau terumbu karang.

Dengan sangat hati-hati, sekelompok penyelam berbalut pakaian hitam ketat dan snorkle (alat untuk bernapas di air) meletakkan tiga rak koral di dasar laut berkedalaman 3-4 meter. Jenis koral yang ditanam itu adalah acropora (koral bercabang) dan favites (karang otak). Kedua karang jenis ini adalah khas di Teluk Lampung.

”Setiap sebulan sekali koral-koral yang kami letakkan (di laut) ini akan terus dimonitor, ”ujar Meity Irlani (20), mahasiswi Ilmu Biologi, Universitas Lampung (Unila), yang datang bersama puluhan temannya untuk melakukan transplantasi koral.

Harap maklum, terumbu karang memang sangat sensitif. Sedikit saja tertutup sedimen (lumpur atau pasir) koral bisa mati.

Kegiatan serupa dilakukan sekelompok guru dan murid dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6 di pesisir Punduh Pidada, Pesawaran, Lampung. Doni Widiasmoro (27), pengajar biologi di sekolah kejuruan dengan spesialisasi bidang kelautan dan perikanan ini, rutin mengajak murid-muridnya yang tergabung dalam ekstrakurikuler Marine Biology untuk rutin memantau terumbu karang hasil transplantasi.

Menurut Doni, secara alami, tingkat pertumbuhan koral di laut hanya 1 sentimeter per tahun. Namun, dengan program transplantasi, laju pertumbuhannya diharapkan bisa lebih cepat, yaitu 3 sentimeter per tahun. Syaratnya, koral harus dijaga dan rutin dibersihkan dari endapan sedimen.

Membuat rak substrat untuk transplantasi koral sebetulnya tidak butuh biaya mahal. Pada prinsipnya, rak ini harus bisa menjadi ”rumah” bagi koral-koral. Rak-rak ini bisa dibuat dari cor (cetakan) semen atau besi-besi tua. Syaratnya, harus diletakkan pula bibit-bibit koral di dalam rongga rak yang sesuai dengan ekosistem sekitarnya.

Namun, yang sulit adalah perawatannya. Sedikit saja berubah posisi akibat terkena arus atau tertutup oleh sedimen, bibit koral mudah mati. ”Untuk menumbuhkan karang itu butuh waktu bertahun-tahun, tetapi menghancurkannya cukup 5 menit,” tutur Samsul Hadi (15), siswa SMK Negeri 6 Bandar Lampung.

Berdasarkan sebuah survei, Endang Widiastuti, dosen Ilmu Biologi Kelautan, Unila, memperkirakan 60-70 persen ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung kini rusak parah. Adapun bentang pesisir teluk ini 160 kilometer. Kerusakan terutama disebabkan oleh pengeboman ikan yang masih terjadi dan penambangan karang untuk material fondasi bangunan dan reklamasi pantai.

Namun, sejak pertengahan 2000-an, sejumlah titik areal habitat terumbu karang mengalami pemulihan. Ini antara lain terlihat di Tanjung Putus, Ringgung, Pahawang, dan sejumlah pulau kecil, seperti Pulau Lelangga Kecil dan Pulau Balak.

Pemulihan koral ini juga disumbangkan para pembudidaya ikan kerapu. ”Soalnya, agar bisnis budidayanya (kerapu) bertahan, mereka juga butuh kualitas perairan yang baik. Ini tentunya juga harus didukung kualitas terumbu karang yang baik,” ungkapnya.

Relevan dengan itu, muncullah motif ekonomi. Kegiatan konservasi terumbu karang di perairan Pulau Sebesi di selatan Teluk Lampung dikemas dengan kegiatan wisata. Di sini, wisatawan bisa ambil bagian melakukan transplantasi koral.

”Wisatawan bisa menyumbang dana untuk transplantasi. Terumbu karangnya kami namai dengan nama penyumbang dan secara berkala fotonya kami kirimkan melalui internet agar perkembangannya bisa diikuti,” ujar Ahyar Abu, warga Pulau Sebesi.

Secara simultan, kegiatan transplantasi karang dengan melibatkan kalangan pelajar juga dilakukan besar-besaran di Pulau Pahawang, Punduh Pidada, Pesawaran. Di wilayah ini terdapat daerah perlindungan laut yang di dalamnya meliputi 30 hektar areal mangrove (hutan bakau) dan terumbu karang.

Secara rutin, di bawah binaan Lembaga Swadaya Masyarakat Mitra Bentala, puluhan pelajar SDN I Pahawang diajak mengenal dan merawat terumbu karang. Sementara itu, pengawasannya dilakukan orang-orang dewasa.

”Kami masih rutin patroli. Kalau ada pengebom ikan, akan kami tangkap lalu diadili secara adat (desa),” ujar Isnen Hayani (38), warga Pahawang.

Kegiatan yang bersifat masif tersebut merupakan jawaban atas langkanya ikan-ikan karang endemik, seperti ikan badut (Amphiprion ocellaris).

Jawaban itu ditemukan sendiri oleh komunitas setempat. Maka, siapa yang menangkap ikan dengan bom, siap-siaplah jadi musuh bersama (warga)....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com