Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WWF Dukung Penegakan Hukum

Kompas.com - 11/08/2011, 14:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - WWF Indonesia mendukung penegakan hukum atas kasus-kasus kejahatan konservasi yang membahayakan ekologi maupun keanekaragaman hayati Nusantara. Mereka mendorong agar proses hukum dan persidangannya dilakukan secara bersih dan transparan.

"WWF-Indonesia memberikan apresiasi kepada Pengadilan Negeri Payakumbuh dan Kejaksaan Negeri Payakumbuh atas upaya penegakan hukum terhadap terdakwa penadah kulit harimau sumatera ini," kata Anwar Purwoto, Direktur Kehutanan dan Spesies Program WWF-Indonesia, Kamis (11/8/2011) di Jakarta.

Ia menanggapi proses persidangan tersangka penadah kulit harimau Sumatera yang tertangkap di Payakumbuh awal Maret lalu, 10 Agustus kemarin, disidangkan di Pengadilan Negeri Payakumbuh, Sumatera Barat. Persidangan kemarin merupakan persidangan ketiga untuk mendengarkan kesaksian terdakwa.

Dalam persidangan yang diketuai oleh Ketua Majelis Hakim, Jonny, dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka, Afandi (49) atas dakwaan sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan mati.

Tersangka mengakui hal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Mursal Anis kepadanya namun ia mengaku merasa dijebak . Sementara itu, proses persidangan selanjutnya direncanakan akan berlangsung pada 18 Agustus dengan agenda pembacaan tuntutan.

"WWF juga mendukung penuh proses pengadilan yang bersih dan berharap agar proses peradilan ini dapat berpihak pada kepentingan kelestarian lingkungan", tambah Anwar.

Dijelaskannya, dengan dijatuhkannya hukuman yang maksimum serta adil bagi kepentingan lingkungan --sejalan dengan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya-- diharapkan dapat timbul efek jera bagi pelaku perdagangan maupun perburuan satwa liar di Indonesia.

Tersangka Afandi tertangkap tangan di rumahnya di Payakumbuh, Sumatera Barat pada 3 Maret 2011 oleh tim dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan BKSDA Sumbar setelah membeli satu kulit harimau seharga Rp25 Juta.

WWF-Indonesia terlibat secara aktif mendukung tim BKSDA dalam upaya penangkapan tersebut. Kulit harimau yang diyakini hasil perburuan di kawasan atau sekitar Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Kabupaten Kampar, Riau tersebut disita sebagai barang bukti.

Sesuai undang-undang nomor 5 tahun 1990 pasal 40 ayat (2) junto pasal 21 ayat (2) huruf (a) mengenai Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistem Lainnya, Pelaku perburuan dan perdagangan harimau Sumatera terancam hukuman kurungan maksimal lima tahun dan denda Rp.100 juta.

Harimau Sumatera merupakan satu-satunya sub-spesies harimau yang tersisa di Indonesia, sejak harimau Jawa dan harimau Bali punah di awal abad 20. Saat ini diperkirakan tersisa hanya 400 individu harimau Sumatera di alam. Perburuan dan perdagangan ilegal merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kelestarian harimau Sumatera dan seringkali melibatkan jaringan yang lebih besar dan kuat secara finansial.

Osmantri, Koordinator Tiger Protection Unit WWF Indonesia mengharapkan penangkapan ini diharapkan dapat membuka jalur perdagangan terlarang serupa lainnya, atau yang lebih besar. "Secara umum, perdagangan gelap satwa liar juga merupakan sumber kerugian negara dan tak kalah penting untuk ditangani sebagaimana penanggulangan pembalakan liar," tambahnya.

Indonesia merupakan salah satu dari 13 negara sebaran harimau dunia yang ikut menandatangani komitmen Program Pemulihan Harimau Global (Global Tiger Recovery Program) termasuk pelestarian harimau Sumatera dan habitatnya, di St. Petersburg, Federasi Russia November 2010 lalu.

Salah satu tujuan jangka panjang komitmen tersebut adalah meningkatkan penegakkan hukum terhadap perburuan dan perdagangan harimau illegal.

Hal ini juga sejalan dengan Rencana Strategis Konservasi Harimau Sumatera 2007-2017 yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia dan parapihak terkait. "Keberhasilan dan kegagalan dalam upaya ini akan menjadi sorotan dunia internasional dan dapat berimplikasi pada citra bangsa," imbuh Osmantri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com