Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persaingan Internasional Kian Sengit

Kompas.com - 22/07/2011, 19:29 WIB

KISARAN, KOMPAS.com - Persaingan bisnis perkelapasawitan internasional bakal semakin sengit dalam beberapa tahun mendatang. Indonesia harus lebih memprioritaskan riset perkelapasawitan untuk memenangkan persaingan global.

Demikian disampaikan mantan Menteri Pertanian periode 2001-2004 Bungaran Saragih di sela peresmian Bakrie Agriculture Research Institue (BARI) di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Jumat (22/7/2011).

BARI berada di bawah perusahaan perkebunan terintegrasi PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (BSP) yang memiliki kebun kelapa sawit dan karet seluas 140.000 hektar. "Saya baru kembali dari Amerika Latin dan melihat negara-negara di sana mulai membuka kebun kelapa sawit karena mereka sudah menemukan bibit yang cocok. Tanpa pengembangan riset yang memadai, Indonesia akan tertinggal dalam 10 tahun sampai 15 tahun mendatang," ujarnya.

Negara tersebut adalah Brazil, Kolombia, Peru, Kostarika, dan Venezuela. Amerika Latin selama ini mengandalkan pertanian kedelai dan jagung sebagai komoditas minyak nabati. Indonesia memiliki sedikitnya 8 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan 22,7 juta ton minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) tahun 2010.

Adapun Malaysia menghasilkan 17,5 juta ton CPO dari lahan sedikitnya 5 juta hektar. Namun, minimnya perhatian pemerintah terhadap penelitian dan pengembangan membuat produktivitas CPO Indonesia masih rendah. Malaysia mampu menghasilkan 4,5 ton-5 ton CPO dari setiap hektar kebun kelapa sawit per tahun dan Indonesia baru mampu 3 ton per hektar per tahun.

Menurut Bungaran, pemerintah sebaiknya mengembalikan sebagian dana dari bea keluar CPO untuk mendukung riset, terutama bagi petani kelapa sawit. Hal ini penting untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit nasional yang 43 persen merupakan milik petani. BSP sendiri setelah sukses mengakuisisi dan menjalankan industri hilir CPO di Sumatera Utara menjadikan BARI untuk memperkuat integrasi vertikal dan horizontal perseroan.

BSP selalu mengalokasikan dana riset 2 persen dari pendapatan total perseroan setiap tahun, atau Rp 60 miliar dari pendapatan tahun 2010 sebesar Rp 3 triliun. Direktur Utama BSP Ambono Janurianto mengatakan, dari kebun seluas 39.000 hektar tahun 2006 dan kini menjadi 140.000 hektar membutuhkan dukungan riset yang handal untuk menekan biaya produksi.

Biaya produksi CPO kini sudah 300 dollar AS per ton, naik dua kali lipat dari tahun 2006. "Perkebunan merupakan bisnis yang padat karya sehingga tekanan biaya pasti terus terjadi. Jadi, BARI harus mampu memberikan hasil yang optimal untuk menekan biaya itu dengan riset aplikatif yang meningkatkan produktivitas tanaman, perlindungan tanaman dari hama, dan menciptakan temuan yang dipatenkan," ujar Ambono.

BARI yang dirintis sejak tahun 2009 sudah mengembangkan beberapa riset, antara lain analisis daun, penanganan penyakit akar (ganoderma), penanganan ulat (Sufetula sunidesalis) di lahan gambut, hama buah (Thirataba), dan aplikasi pemupukan yang optimal dan efisien.

Direktur Eksekutif Kelapa Sawit BSP Howard J Sargeant menjelaskan, perseroan menginvestasikan 1,5 juta dollar AS untuk BARI. "Ini pekerjaan serius dan kami serius mengembangkan riset. Industri perkelapasawitan terus bertumbuh sehingga riset menjadi bagian penting yang tak terpisahkan," ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com