Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Stok Karbon Tumbuh

Kompas.com - 21/07/2011, 03:01 WIB

Palembang, Kompas - Praktik bisnis stok karbon dari hutan tanaman dan konservasi hutan alam terus tumbuh. Kalangan perbankan asing mulai melirik bisnis stok karbon sebagai salah satu instrumen investasi baru.

Indonesia, yang memiliki kawasan hutan seluas 133 juta hektar, berpeluang menjadi penyedia stok karbon terbesar dunia. Terlebih setelah DPR menyetujui Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi pada Senin (19/7) lalu.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengapresiasi keberhasilan pemulihan kawasan hutan alam telantar dengan hutan tanaman industri dalam konsesi PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, PT Bumi Mekar Hijau, dan PT Bumi Andalas Permai di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (20/7). Ketiga perusahaan merupakan penghasil kayu bahan baku bagi industri pulp milik Sinar Mas Forestry, anak usaha kelompok Sinarmas.

”Pengusaha kehutanan harus memakai cara yang cerdas memanfaatkan lahan telantar yang ada. Manajemen hutan lestari di lahan gambut terdegradasi bisa mempercepat pemulihan hutan dan menaikkan stok karbon,” ujar Hadi.

Sinar Mas Forestry menanam 201.000 hektar lahan gambut terdegradasi akibat kebakaran hutan tahun 1997-1998. Riset intensif membuat lahan gambut tersebut bisa ditanami Akasia crassicarpa dan Akasia mangium sejak tahun 2007.

Hadi bersama Ketua Kelompok Kerja Penggunaan Lahan, Alih Fungsi Penggunaan Lahan, dan Kehutanan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Doddy Sukardi didampingi peneliti Institut Pertanian Bogor, Mahmud Raimadoya, melihat hasil rehabilitasi lahan gambut terdegradasi melalui udara.

Direktur Eksekutif Lingkungan dan Hubungan Pemangku Kepentingan Sinar Mas Forestry Canecio P Muñoz mengatakan, konservasi hutan alam dan perkembangan hutan tanaman dalam konsesi perseroan telah meningkatkan stok karbon.

”Sudah ada bank internasional yang berminat membeli stok karbon sebagai instrumen investasi,” ujar Muñoz. (ham/ire)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com