Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sensasi Danau Matano dan Laut Mati Jordania

Kompas.com - 12/07/2011, 05:07 WIB

Oleh Aswin Rizal Harahap

Namanya memang tak semasyhur Danau Toba di Sumatera Utara. Namun, soal sensasi, bolehlah ia bersaing dengan Laut Mati di Jordania. Untuk skala Asia Tenggara saja, kedalaman danau di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, ini sulit dicari sandingannya. 

Danau seluas 16.408 hektar ini memiliki kedalaman hampir 600 meter dengan kejernihan air hingga 20 meter. Peter Hehanussa, ahli limnologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang sejak tahun 1973 meneliti Danau Matano, menyebut danau ini sebagai danau terdalam di Asia Tenggara dan memiliki keistimewaan dibandingkan dengan danau lain di Tanah Air.

Karakteristik danau ini juga unik karena posisinya yang lebih rendah dari permukaan laut. Hal ini merupakan gejala alam langka yang hanya bisa ditandingi oleh Laut Mati di Jordania.

Kondisi tersebut menyebabkan suhu air di Danau Matano anomali. Temperatur air di permukaan danau justru lebih dingin. Suhu air bertambah 1 derajat celsius lebih hangat setiap kedalaman 100 meter. ”Kondisi inilah yang membuat Danau Matano kaya akan habitat endemik,” ungkap Peter.

Berbagai keunikan dan keindahan tersebut dapat dinikmati dengan menyewa perahu milik warga setempat. Perahu ketinting yang berkapasitas 10 orang dapat disewa Rp 200.000 per hari. Jika berlibur dengan rombongan lebih dari 10 orang, pelancong dapat menyewa perahu jenis raft seharga Rp 600.000 sehari.

Menurut Nando (30), pemilik perahu sewaan, tarif itu hanya bisa didapat jika menyewa langsung kepada pemilik perahu. ”Biaya bisa lebih mahal Rp 100.000-Rp 200.000 jika menyewa lewat calo,” ujarnya. Ia pun menyarankan agar pengunjung langsung datang ke kios-kios pemilik perahu dan menghindari tawaran calo yang banyak berkeliaran di pintu masuk dermaga.

Saat berkeliling danau, alangkah ruginya jika tidak menyambangi sejumlah titik. Setelah melewati deretan rumah panggung di tepi danau, pelancong dapat menikmati hijaunya hutan yang menyelimuti Pegunungan Verbeek. Di dasar gunung terdapat beberapa goa bawah air yang tampak natural dengan juluran akar dan dedaunan pohon di bagian mulutnya.

Selama ini, goa tersebut menjadi tujuan utama peneliti yang tertarik dengan beragam ikan dan batu karang endemik Danau Matano. Sekitar 30 menit perjalanan dari goa, pelancong akan sampai di empat pulau kecil yang biasa disebut Pulau Kucing oleh warga setempat.

Pemandangan di gugusan pulau itu tak terlalu menarik karena hanya berupa deretan pohon mangga. Menurut Namrin (50), warga setempat, pohon mangga itu konon ditanam warga saat melarikan diri dari kejaran DI/TII sekitar tahun 1950-an. Namun, panorama di bawah pulau sungguh indah dan menawan.

Air danau yang jernih membuat pelancong dapat menikmati barisan batu karang berwarna krem dan putih dari atas perahu. Bahkan, sekelompok ikan opudi (Telmatherina), ikan kecil berwarna kuning khas Danau Matano, tampak indah menyala seperti kumpulan kunang-kunang di malam hari. ”Pelancong yang tak tahan biasanya berenang di sekitar gugusan pulau,” ungkap Namrin.

Penggemar kegiatan menyelam (diving) juga bisa menyewa perlengkapan di Yatch Club. Klub ini juga menyediakan instruktur bagi penyelam pemula. Meskipun tidak ada terumbu karang, penyelam dapat menikmati keelokan berbagai habitat endemik danau, seperti kepiting bungka (Paratelphusa) yang bercorak mirip batik, keong air tawar (Brotia), dan ikan butini (Glossogobius matanensis).

Setelah puas berenang dan menyelam, pelancong dapat meneruskan perjalanan ke mata air danau di Desa Matano, sekitar 10 menit dari gugusan pulau. Dalam bahasa Dongi, bahasa asli Sorowako, Matano memiliki arti mata air.

Sumber mata air danau dibuat menyerupai kolam berukuran 8 x 12 meter. Pengunjung dapat menikmati gelembung-gelembung air bening yang tak henti bermunculan di permukaan kolam. Tak sedikit warga yang memanfaatkan air dari kolam untuk diminum.

Selain airnya yang jernih, beberapa titik di tepi danau mengandung pasir putih sehingga dimanfaatkan sebagai pantai. Pelancong umumnya menghabiskan waktu dengan berenang di tiga pantai yang ada di danau, yakni Pantai Kupu-kupu, Salonsa, dan Ide. Pengunjung dapat pula menikmati keindahan matahari terbit ataupun terbenam di atas dermaga sepanjang 50 meter yang menjorok ke danau.

Aktivitas berlibur ke Danau Matano bisa dilakoni melalui transportasi darat dan udara. Perjalanan darat dari Makassar yang berjarak sekitar 600 kilometer dari Sorowako memakan waktu 12 jam menggunakan bus eksekutif dengan ongkos Rp 150.000 per orang. Selama perjalanan, pelancong akan melewati sejumlah daerah penting di Sulsel, seperti Parepare, Sidrap, dan Palopo.

Perjalanan dengan pesawat terbang juga dilakukan dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. Penerbangan menuju Sorowako tersedia enam kali dalam seminggu dan memakan waktu 45 menit. Pelancong mesti merogoh kocek sekitar Rp 1 juta untuk membeli tiket pesawat jenis Dash 7 berkapasitas 45 penumpang milik PT International Nickel Indonesia (Inco).

Hingga kini, penerbangan menuju Sorowako masih dilayani pesawat PT Inco mengingat perusahaan multinasional itu mengelola tambang nikel seluas lebih dari 100.000 hektar di kawasan Sorowako. Kelestarian ekosistem di Danau Matano juga tidak lepas dari peran PT Inco yang menggunakan air danau sebagai sumber tiga pembangkit listrik sebesar 300 megawatt di Luwu Timur.

Danau Matano juga bernilai ekonomi bagi warga setempat. Banyak pengendara yang menyeberang danau dari Sorowako ke pusat Kecamatan Nuha untuk mempersingkat waktu mencapai Sulawesi Tengah melalui Morowali.

Edison (45), pengemudi, mengaku tak keberatan dengan ongkos penyeberangan Rp 200.000 per mobil yang dipatok para pemilik kapal raft. Penyeberangan selama 35 menit itu menghemat waktu 8 jam ketimbang menempuh jalur darat ke Sulteng lewat Mangkutana.

Selama beroperasi mulai pukul 07.00-18.00, Nando, pemilik perahu sewaan, bisa melayani penyeberangan 5-7 kali. Adapun pada akhir pekan ia mampu meraup lebih besar dengan tambahan menyewakan perahu kepada para pelancong. Kantungnya kian tebal jika ada peneliti atau wisatawan yang ingin diantar ke danau lain di sekitar Matano.

Pemilik perahu mematok tarif Rp 200.000-Rp 300.000 bagi yang ingin diantar ke Danau Mahalona dan Towuti. Kebanyakan rute ini ditempuh peneliti yang tertarik mengamati keanekaragaman hayati.

Di sekitar Danau Matano tersedia sejumlah hotel dengan sewa kamar bertarif Rp 150.000 hingga Rp 1 juta per malam. Umumnya menawarkan sensasi matahari terbit dan terbenam yang bisa dinikmati dari balik tirai jendela kamar. Amat menggoda, bukan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau