Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyamakan Visi REDDplus

Kompas.com - 20/05/2011, 04:38 WIB

Bulan Mei ini tepat setahun Pemerintah Indonesia menandatangani surat niat dengan Pemerintah Norwegia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta konservasi keragaman hayati.

Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) tersebut, dikenal sebagai REDD+, dianggap dapat memberi kesempatan kepada negara berkembang untuk menurunkan emisi, terutama karbon, penyebab perubahan iklim seraya mendapat manfaat finansial dari negara kaya yang akan menjadi terlalu mahal biayanya untuk menurunkan emisi dari kegiatan ekonomi mereka. Skema REDD+ menetapkan manfaat finansial hanya dapat diperoleh bila telah terjadi penurunan emisi karbon.

Meskipun Kementerian Kehutanan telah menandatangani kerja sama REDD+ dengan Australia, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Norwegia melalui UN-REDD, Organisasi Kayu Tropis Internasional, sejumlah LSM, dan swasta Jepang, penandatanganan surat niat (LoI) dengan Pemerintah Norwegia pada Mei 2010 dianggap langkah besar.

Selain nilai hibah yang dijanjikan Norwegia besar, yaitu 1 miliar dollar AS, juga pelaksanaannya mensyaratkan Strategi Nasional (Stranas) REDD+, penetapan lembaga independen untuk pemantauan, pelaporan dan verifikasi (MRV), penetapan instrumen pembiayaan, dan penetapan provinsi pelaksanaan skema REDD+.

Presiden pun mengeluarkan Keppres Nomor 19 Tahun 2010 mengenai pembentukan Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ (Satgas REDD+) yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto, bekerja dari 20 September 2010 hingga 30 Juni 2011. Tugas Satgas menyusun Stranas REDD+ dan Rencana Aksi Nasional REDD+ seharusnya selesai 2010. Tugas penting lain Satgas REDD+ adalah menyiapkan mekanisme pendanaan dan membentuk lembaga MRV independen dan terpercaya.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang ditemui Kompas, Jumat (13/5), mengatakan, Kementerian Kehutanan sudah melaksanakan REDD sejak 2007 sebagai bagian dari Rencana Aksi Nasional yang disusun Bappenas untuk mitigasi perubahan iklim. ”Sejak Januari 2010 kami moratorium (menangguhkan) izin baru untuk hutan primer dan lahan gambut. Untuk itu harus ada dasar hukumnya sehingga dibutuhkan Inpres. Sudah tidak ada masalah, mudah-mudahan Mei ini Inpres keluar,” tutur Zulkifli.

Menurut Kuntoro, selama moratorium berbagai peraturan tentang kehutanan dan lahan gambut akan dikaji ulang. Tujuannya mencegah terulangnya deforestasi dan degradasi hutan secara masif dan ekstraktif.

Isu teknis

Pelaksanaan REDD+ akan menghadapi banyak masalah, tetapi juga memberi kesempatan memperbaiki tata kelola hutan dan lahan gambut. Salah satunya masalah kepastian hukum saat menunggu lahirnya Inpres yang akhirnya ditandatangani Presiden baru-baru ini. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Ketua Satgas REDD+ Kuntoro mengatakan, berbagai perbedaan dalam materi Inpres sudah diselesaikan dengan para menteri terkait.

Menurut informasi yang diperoleh Kompas, terdapat perbedaan mendasar antara usulan Kementerian Kehutanan dan Satgas REDD+.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau