Jakarta, Kompas -
Keinginan warga yang diwakili Cahyo Tamtomo Andoko dan didampingi Agus Pambagio dari Public Policy Interest Group mengemuka karena warga menilai, Pemeritah Provinsi DKI Jakarta tidak lengkap melakukan amdal, terutama amdal operasional.
”Amdal operasional itu sangat penting karena mengukur gas buang kendaraan saat jalan layang itu sudah dioperasikan. Sekarang saja, polusinya sudah melampaui ambang batas. Apalagi nanti jika jalan itu sudah jadi, tentu semua orang ingin lewat di situ,” kata Tamtomo yang biasa disapa Tommy.
Sementara itu, Dian Wiwiekowati, Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan BPLHD DKI Jakarta, mengatakan, bulan April ini akan dilakukan evaluasi untuk amdal konstruksi. ”Evaluasi itu dilakukan setiap tiga bulan sekali selama pembangunan konstruksi dilakukan. Nanti setelah jalan itu dioperasikan, setiap enam bulan akan dilakukan evaluasi,” kata Dian.
Untuk evaluasi amdal konstruksi, BPLHD menunggu laporan dari dinas pekerjaan umum mengenai apa yang telah dilakukan untuk memenuhi amdal. Selain itu, BPLHD juga akan mengambil sampel untuk mengukur kualitas udara, kebisingan, dan air.
”Semuanya akan kami bawa ke laboratorium, lalu hasilnya akan kami paparkan,” ujar Dian.
Sebelum pembangunan dilakukan, kondisi udara di kawasan itu memang sudah buruk. Sudah melampaui batas. ”Nanti kita lihat jika kondisinya semakin buruk, harus ada langkah-langkah konkret untuk memperbaikinya,” kata Dian.
Sementara Novizal, Kepala Bidang Jembatan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, mengatakan, pembangunan jalan layang itu justru memperbaiki kondisi lalu lintas di simpang Kemang.
”Sebelum pekerjaan, derajat kejenuhan simpang Kemang mencapai 1,05 persen. Jadi, volume dibagi kapasitas. Angka 1,05 persen artinya sudah sangat macet karena melebihi 1 persen. Setelah pembangunan, ternyata derajat kejenuhannya turun menjadi 0,8 persen,” kata Novizal.