Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Minta Kejelasan soal Rencana PLTN

Kompas.com - 19/03/2011, 03:50 WIB

Toboali, Kompas - Warga Desa Permis dan Desa Rajik di Kabupaten Bangka Selatan, meminta penjelasan segera atas rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di desa mereka. Mereka juga menyesalkan sejumlah pihak yang mengklaim sudah ada warga yang menyetujui rencana itu.

Kepala Desa Rajik, Kartani, mengatakan, sosialisasi awal kepada sebagian perwakilan warga baru dilakukan sekali di Toboali, ibu kota Bangka Selatan, pada tahun 2010. Kala itu hadir perwakilan dari Desa Permis, Desa Rajik, dan Desa Sebagin.

”Katanya PLTN akan dibangun di Permis. Karena Desa Sebagin dan Rajik bersebelahan dengan Permis, kami dilibatkan juga dalam sosialisasi,” ujarnya di Bangka Selatan, Jumat (18/3).

Dalam sosialisasi itu, mereka tidak mendapat gambaran jelas soal rencana pembangunan PLTN itu. Akibatnya, mereka juga kesulitan menjelaskan kepada warga yang beberapa hari ini mulai menanyakan soal PLTN.

”Sebenarnya sudah lama warga mendengar sedikit rencana pembangunan PLTN. Baru sejak ada ledakan PLTN di Jepang belakangan ini, mereka mulai banyak bertanya. Kami tidak bisa menjawab karena tidak tahu apa-apa soal PLTN,” tuturnya.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Rajik, Rohim, mengatakan, sosialisasi dilakukan di Toboali atau Pangkal Pinang,. ”Dari desa kami ke Toboali atau Pangkal Pinang paling sebentar dua jam. Mana mungkin membawa 5.000 warga sekaligus,” tuturnya.

Kartani dan Rohim juga mengaku terkejut dengan klaim beberapa pihak yang menyatakan sebagian warga setuju dengan rencana pembangunan PLTN. ”Apa yang mau disetujui kalau kami belum tahu apa-apa. Lebih baik segera datang ke desa dan jelaskan soal baik buruk PLTN,” ujar Kartani.

Ketua BPD Permis, Zulkarnain, mengatakan, sebagian warga desanya memang setuju dengan rencana itu, karena berharap ada lapangan pekerjaan baru jika PLTN benar-benar dibangun. ”Kami dijanjikan akan didahulukan kalau ada pekerjaan di PLTN. Desa kami akan lebih terang kalau ada listrik dari PLTN,” ujarnya.

Namun, ia sepakat dengan Kartani dan Rohim, bahwa sosialisasi harus dilakukan segera. ”Sekarang sebagian setuju, tetapi tanpa alasan yang benar-benar kuat. Kalau sudah ada sosialisasi, mungkin akan lebih baik,” tuturnya.

Rohim sendiri mengaku tidak yakin desanya benar-benar bebas bencana. Saat gempa mengguncang Lampung dan Bengkulu pertengahan 1990-an, getarannya terasa sampai di desanya.

Candi terancam

Sementara itu, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal (panas bumi) atau PLTG di Dusun Darum, Kelurahan Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dikhawatirkan mengancam keberadaan bangunan Candi Gedongsongo. Sebab, pusat panas bumi yang akan dimanfaatkan itu berada di dalam kompleks Candi Gedongsongo.

Karena itu, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang meresmikan pemugaran Candi Perwara Gedong IV C di kompleks Candi Gedongsongo, meminta rencana pembangunan PLTG yang berpotensi menghasilkan 110 MW listrik itu dibicarakan dengan matang sebelum direalisasikan.

”Boleh saja ada pembangunan PLTG, karena listrik diperlukan, tetapi harus tetap menjaga lingkungan,” kata Jero Wacik.

Dari Padang, Sumatera Barat, dilaporkan, Pemerintah Jerman tidak khawatir kekurangan pasokan energi listrik menyusul ditutupnya reaktor nuklir pada tujuh pembangkit listrik tenaga nuklir yang ada di negara itu.

Duta Besar Jerman untuk Indonesia Norbert Baas di Kota Padang, menyatakan, Jerman punya sistem jaringan gas yang terkoneksi dengan baik ke Rusia. ”Kami dengan mudah mengalihkan pasokan gas untuk kebutuhan pembangkit listrik,” katanya. (RAZ/UTI/INK)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com