JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan dengan isu radiasi akibat ledakan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima, Jepang. Ledakan tersebut bukan ledakan nuklir, melainkan ledakan hidrogen yang diperkirakan disengaja untuk menghindari ledakan reaktor yang lebih besar dan membahayakan.
Ledakan hidrogen itu memang mengeluarkan zat-zat radioaktif, tetapi jumlahnya sangat kecil. Ketika menyebar luas ke udara dan semakin jauh terbawa angin, konsentrasi radioaktif tersebut semakin kecil.
Radioaktif tersebut tidak akan menyebar ke Indonesia. Berdasarkan kajian Badan Pengawas Tenaga Nuklir Indonesia (Bapeten), Senin (14/3/2011), angin dari Fukushima bertiup ke barat laut. Kalaupun zat radioaktif dalam konsentrasi kecil tersebut terbawa angin, daerah di barat laut Jepang, seperti China dan Rusia, adalah yang berpeluang terpapar zat radioaktif lebih dulu.
Adapun pemodelan yang dilakukan Australia Radiation Service menunjukkan, pada Selasa (15/3/2011), tiupan angin ke arah timur hingga ke timur laut. Oleh karena itu, materi radioaktif yang berasal dari hydrogen flare PLTN Fukushima diperkirakan akan menjangkau California, Amerika Serikat, hingga ke Alaska dan Kanada. Sementara itu, pola angin ke arah tenggara, yaitu ke Hawaii, kecil kemungkinan terjadi.
"Jangkauan zat radioaktif tidak akan sampai ke Filipina, apalagi ke kawasan Indonesia," ujar Mohammad Dhandhang Purwadi, Kepala Bidang Pengembangan Reaktor Badan Tenaga Nuklir Nasional, Selasa.
Lebih berbahaya batu bara
Guru Besar Bidang Reaktor Nuklir dari Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Zaki Su'ud, mengatakan, unsur radioaktif banyak terdapat di alam dan sekitar kita, termasuk dalam tubuh manusia. Zat radioaktif yang ada di alam, antara lain karbon-14, radon-222, dan thorium-223. Karbon-14 ada dalam tubuh makhluk hidup dan biasa dimanfaatkan untuk mengukur usia fosil.
Dalam setahun, paparan zat radioaktif dari alam bisa mencapai 2,4 milisieverts (mSv). Jika paparan zat radioaktif akibat ledakan nuklir sama dengan yang ada di alam atau lebih rendah, hal itu dianggap tidak mengkhawatirkan.
"Debu yang dihasilkan dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap justru memiliki tingkat radiasi 100 kali lebih tinggi dibandingkan yang dihasilkan radiasi dari PLTN untuk menghasilkan energi yang sama," ungkapnya. Zat radioaktif yang dihasilkan dari pembakaran batu bara adalah uranium dan thorium.
Ledakan hidrogen
Ketua Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada Sihana menegaskan, ledakan yang terjadi di PLTN Fukushima bukanlah ledakan nuklir, melainkan ledakan hidrogen.
Hidrogen yang menjadi pemicu ledakan PLTN Fukushima berasal dari pelepasan uap air dan hidrogen. Gas ini kemudian terakumulasi di sungkup reaktor yang terbuat dari baja dan bangunan reaktor yang terbuat dari beton.
Jika ledakan yang terjadi di Fukushima adalah ledakan nuklir, reaktor nuklirnya akan hancur seperti yang terjadi dalam kasus ledakan PLTN Chernobyl di Ukraina pada 1986.
Sihana menambahkan, Badan Keselamatan Nuklir dan Industri (NISA) Jepang telah menetapkan ledakan di PLTN Fukushima dalam skala 4 dari 7 skala ledakan PLTN. Skala 4 itu berarti dampak ledakan bersifat lokal, tidak bersifat internasional seperti yang terjadi pada kasus Chernobyl yang berada pada skala 7.
Oleh karena itu, daerah rawan yang ditetapkan otoritas setempat hanya sekitar 30 kilometer dari pusat ledakan. Penentuan daerah rawan ini tidak semata dilakukan otoritas Jepang saja, tetapi juga dipantau oleh tim keamanan nuklir internasional.
Hujan asam
Potensi terjadinya hujan asam juga dinilai tidak mungkin. Menurut Zaki, dari ledakan yang terjadi, tidak ada zat asam yang dilepaskan, seperti sulfat ataupun nitrat. Hujan asam ini justru kemungkinan terjadi pada daerah di sekitar pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Kepala Bapeten As Natio Lasman menambahkan, isu hujan asam ini kemungkinan muncul karena dikaitkan dengan penggunaan boron untuk mendinginkan reaktor yang masih panas pada saat dimatikan. "Penggunaan boron ini menimbulkan asam borat dan ikut keluar saat terjadi ledakan," katanya.
Asam borat tidak memiliki korelasi dengan terjadinya hujan asam. Asam borat justru banyak dimanfaatkan untuk industri kosmetik.
Zaki juga membantah isu bahwa untuk mencegah zat radioaktif masuk ke dalam tubuh adalah dengan mengoleskan Betadine ke leher. Isu ini dinilai tidak logis.
Salah satu zat radioaktif yang masuk ke tubuh adalah iodium-131. Zat ini menyerang kelenjar tiroid dan bisa menyebabkan kanker.
Cara untuk menetralkannya adalah dengan mengonsumsi iodium dalam jumlah banyak, seperti yang diberikan Pemerintah Jepang bagi warga di sekitar daerah radiasi. Makin banyak iodium yang dikonsumsi, konsentrasi iodium-131 dalam kelenjar tiroid akan berkurang sehingga kemungkinan zat ini terserap tubuh jadi lebih kecil.
Untuk berjaga dari kemungkinan masuknya zat radioaktif akibat ledakan PLTN Fukushima masuk ke Indonesia, Bapeten akan memantau kondisi udara dan air laut di Manado, Sulawesi Utara. Hingga kini Indonesia belum terpengaruh oleh paparan radiasi tersebut.(NAW/MZW/YUN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.