Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Pilih Ikan Di Bawah 600 Gram!

Kompas.com - 17/01/2011, 16:31 WIB

KOMPAS.com - Jangan bangga bila Anda mengaku sudah pernah menikmati seafood di rumah makan yang menjual ikan hidup. Sebab, demi perdagangan ikan hidup (khususnya ikan karang) para nelayan menggunakan racun sianida dan bom, yang membahayakan sekitar 56 persen dari wilayah terumbu karang.

Padahal, persediaan karang dan ikan karang Indonesia sendiri telah terancam oleh praktik penangkapan ikan yang berlebihan, pembangunan di wilayah pesisir, dan sedimentasi (World Resources Institute, 2002). Semuanya merusak karang yang ada di dekat pesisir. Nah, apa yang terjadi jika terumbu karang yang jauh dari pesisir dan terpencil pun telah dikacaukan oleh kegiatan penangkapan ikan dengan metode yang merusak?

Sebagai masyarakat penggemar ikan, Anda bisa membantu menghentikan perusakan ini dengan bersikap lebih selektif saat ingin menikmati hidangan laut. Kemudian, lebih sering berbagi pada teman dan keluarga mengenai jenis-jenis hidangan laut yang masih aman untuk dikonsumsi, berdasarkan persediaan populasi dan penangkapan yang ramah lingkungan. Anda bisa berpegang pada Seafood Guide yang telah diluncurkan oleh WWF Indonesia (buka www.wwf.or.id/seafoodguide, atau baca artikel ini.

WWF Indonesia juga telah membentuk Seafood Savers, yaitu kelompok perusahaan yang terdiri atas produsen, eksportir, importir, dan ritel yang bergerak dalam eksploitasi dan perdagangan sumber daya laut. Komunitas ini akan mengusahakan diperolehnya sertifikasi MSC (Marine Stewardship Council), yang menyertifikasi ikan laut yang ditangkap dengan cara yang ramah lingkungan. Selama ini, produk-produk ikan laut yang dilabeli MSC masih merupakan produk impor.

"Mulailah jadi konsumen yang reseh. Kalau ingin membeli kerapu, pilih kerapu yang dipancing, bukan dibom. Paling gampang memang mencari apakah ada label MSC-nya, tapi kalaupun tidak ada, kami mengharapkan konsumen mau mencari di tempat-tempat yang responsible," ujar Dewi Satriani, Marine Program Communications WWF Indonesia, saat talkshow Choose Your Seafood Right di @america, Pacific Place, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Dewi, ada cara lain untuk mengetahui apakah ikan yang dijual merupakan hasil tangkapan yang ramah lingkungan. Yaitu, dengan mengenali ciri-cirinya.

Kondisi ikan yang dibom biasanya sudah rusak. Tulangnya patah, dagingnya lembek, sebagian kulitnya rusak, matanya merah, dan pembuluh darahnya pecah. "Cacat ini bukan karena gesekan, tetapi karena luka. Pada radius tertentu, terjadi luka dalam. Struktur bagian dalam menunjukkan adanya pecahan pembuluh darah. Ikan seperti ini tidak segar setelah sampai di Jakarta," tukas Imam Musthofa Zainuddin, National Fisheries Program Coordinator WWF Indonesia.

Ada pula jenis ikan yang dibius, agar bisa dijual dalam keadaan hidup. Ikan yang dibius umumnya bagian mulut masih mulus (meskipun bila dijaring pun, mulut ikan masih utuh). Sedangkan bagian mulut yang rusak artinya terkena pancing, dan ini lebih aman. Lain lagi dengan ikan yang diberi potasium. "Ikannya sangat berlendir. Kalau hidup kelihatan tidak sehat. Tapi repot juga karena biasanya diakali dengan cara diberi es dalam waktu lama," lanjut Imam.

Anda juga bisa membantu mencegah berkurangnya populasi ikan tertentu dengan bijak memilih jenis dan ukuran ikan. Jika ingin menikmati kepiting, hindari kepiting betina yang ada telurnya. Bila Anda menyukai telur kepiting, artinya Anda menghentikan perkembangbiakannya.

Saat memilih ikan (seperti tuna atau kerapu), pilihlah yang beratnya minimum 600 gram. Di bawah 600 gram, berarti ikannya masih bayi. Kemudian pilih ikan yang memiliki plate size, yaitu ikan yang panjang dari mulut hingga ke siripnya 15 cm (bukan panjang ikan secara keseluruhan). Hindari memesan ikan tertentu yang masuk golongan dihindari atau dikurangi di supermarket. Jangan lupa, produk-produk ini tersedia karena ada permintaan dari konsumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com