YOGYAKARTA, KOMPAS -
Halo matahari itu berlangsung pukul 10.30 hingga pukul 12.30. Namun, warna cincin pelangi matahari ini tidak selengkap warna pelangi, yaitu hanya merah, jingga, kuning, dan hijau dengan urutan dari dalam ke bagian luar cincin.
Kejadian alam yang memang jarang terjadi itu menjadi tontonan warga Yogyakarta. Banyak warga yang khawatir bahwa fenomena ini menjadi penanda akan terjadinya sesuatu.
Kepala Laboratorium Hidrometeorologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Sudibyakto mengatakan, cincin pelangi matahari merupakan fenomena atmosferik biasa. Peristiwa ini biasa terjadi pada musim hujan saat banyak uap air naik ke troposfer yang berketinggian 10-40 kilometer.
Akibatnya, suhu troposfer sangat dingin, antara minus 30-40 derajat celsius. Pada saat itulah uap air di lapisan troposfer berfungsi sebagai lensa yang dapat memantulkan cahaya matahari.
Fenomena ini, lanjutnya, sama persis dengan terbentuknya pelangi. Namun, pelangi biasa terjadi pagi atau sore hari saat sudut matahari terhadap bumi masih relatif rendah, sedangkan halo matahari terjadi pada siang hari.
Warna halo matahari tak selengkap pelangi karena adanya perbedaan sudut pantul cahaya. Halo matahari biasa terjadi siang atau saat posisi matahari tepat di atas kepala. Sudut tegak lurus itu membuat warna yang terbiaskan tak selengkap pelangi.
Komunikator Astronomi dari Komunitas Langit Selatan, kelompok pencinta astronomi, Avivah Y Riyadi, mengatakan, karena halo berkaitan dengan dinamika awan di atmosfer, sangat tidak relevan mengaitkan fenomena cuaca ini dengan hal-hal yang akan terjadi.
”Halo adalah keindahan alam yang patut dinikmati,” ungkapnya.