BARRU, KOMPAS -
Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Toban Batosamma, Rabu (22/12), mengatakan, peternak cenderung menggunakan metode tradisional dalam memelihara sapi potong. Mereka jarang mendeteksi masa birahi sapi betina dan masa subur sapi pejantan. Padahal, itu kunci keberhasilan pengembangbiakan sapi potong.
”Pemerintah sebaiknya membangun instalasi pembibitan
Menurut Amir Melek (43), peternak di Desa Binua, Kecamatan Ballusu, Kabupaten Barru (110 km utara Makassar), para peternak di daerahnya belum pernah mendapat informasi tentang inseminasi buatan. ”Desa kami tidak pernah dikunjungi petugas inseminator,” katanya dalam acara inseminasi massal sapi potong di Lapangan Mangkoso, Barru.
Lemahnya proses sosialisasi diperburuk minimnya jumlah inseminator. Jumlah petugas di Kabupaten Barru, salah satu sentra sapi potong di Sulsel, 13 orang. Padahal, jumlah sapi potong 55.000 ekor lebih. Kondisi serupa terjadi di Jeneponto yang hanya ada delapan petugas untuk menangani 39.000 sapi potong.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Jeneponto Mahlil Sikki berpendapat, idealnya setiap kecamatan memiliki empat petugas inseminator. ”Kami memprogramkan untuk menambah jumlah petugas inseminator hingga 44 orang tahun 2011,” katanya.
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pemprov mengalokasikan anggaran Rp 60 miliar untuk pembangunan show room sapi potong di 10 kecamatan di Barru. Anggaran itu akan digunakan membeli 5.000 sapi potong yang akan dibudidayakan dengan inseminasi buatan.
Kebijakan tersebut mengadopsi langkah PT Berdikari