KOMPAS.com - Slow earthquake atau gempa berayun seperti yang mengguncang Mentawai beberapa waktu lalu di sisi lain ternyata punya dampak positif. Peneliti asal Jepang mengatakan bahwa gempa ini bisa mencegah risiko terjadinya gempa yang lebih kuat karena meredakan tekanan yang ada di lempeng-lempeng bumi.
Hitoshi Hirose, seismolog Jepang dari National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention di Tsukuba mengatakan hal tersebut setelah melakukan penelitian di Bungo Suido, sebuah wilayah di barat daya Jepang yang selama enam tahun sejak 1997 diguncang gempa berayun.
Gambaran penelitiannya adalah, Hirose berusaha melihat hubungan yang terjadi dalam setiap jenis gempa berayun. Jenis gempa berayun sendiri ada dua macam, gempa berayun dangkal yang terjadi di kedalaman 5 km dan gempa berayun dalam yang terjadi di kedalaman 30-40 km.
Sejauh ini, tak diketahui hubungan antara gempa berayun dangkal dan gempa berayun dalam serta yang terjadi di zona di antara keduanya. Apakah gempa berayun benar-benar melepaskan energi di semua zona atau hanya melepaskan energi ke wilayah di antara keduanya?
Untuk mengetahui hal tersebut, Hirose melakukan pengukuran di zona dalam dan dangkal secara bersamaan. Mereka berusaha mengetahui apakah pergerakan keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Mereka melakukan pengukuran di dua zona itu dengan gelombang seismik.
Sementara, untuk mengetahui pergerakan di zona di antaranya, Hirose dan timnya menggunakan instrumen GPS dengan ketepatan tinggi yang mengukur pergerakan secara umum. Mereka menggunakan GPS sebab pergerakan yang terjadi di zona antara tak pernah terekam dalam seismograf.
Hasilnya, gempa berayun juga terjadi di zona antara tersebut dengan pergerakan sangat lambat. "Pergerakannya terlalu lambat untuk bisa terdeteksi oleh gelombang seismik. Pergerakan di patahan itu berlangsung dalam hitungan hari hingga tahun," kata Hirose.
Meski pelan, bukan berarti gempa berayun di zona antara itu benar-benar pelan dan tak membahayakan. Total energi yang dilepaskan bisa setara dengan gempa berkekuatan 7 skala richter yang mengguncang Haiti tahun ini. Bedanya, energi dilepaskan secara bertahap.
Peneliti dan Goldfinger dari Oregon State University yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan, hasil penelitian ini sangat berguna karena berhasil menguraikan bahwa gempa lambat ternyata bermanfaat dalam mencegah terjadinya gempa yang lebih mematikan.
Gempa lambat bisa mengurangi energi yang berpotensi menimbuljkan gempa besar, melepaskannya secara bertahap dan meredakannya. Selain itu, peneliti juga mengatakan, gempa berayun yang terjadi bisa memberi petunjuk terjadinya gempa di masa yang akan datang.
"Hal ini sangat penting karena gempa besar yang mungkin terjadi berikutnya bisa diantisipasi. Penelitian tentang gempa berayun bisa membantu memperkirakan kerusakan akibat gempa yang akan terjadi," kata Hirose.
Meski demikian, Hirose mengatakan, "Tidak semua daerah memiliki semua jenis gempa berayun ini, paling tidak sejauh yang kita tahu. Jika gempa tidak terjadi di semua zona, maka gempa berayun itu mungkin tak begitu efektif untuk mencegah gempa besar yang akan terjadi."
Japan's Agency for Marine Earth Science saat ini mengembangkan jaringan observasi bawah laut untuk melakukan observasi lebih lanjut. Publikasi lebih detail dari penelitian ini bisa dibaca di Jurnal Science yang terbit Jumat (10/12/10) hari ini.
Seperti diketahui, gempa bumi biasanya terjadi karena pergerakan lempeng tektonik secara cepat. Sementara, gempa berayun diakibatkan oleh pergerakan lempeng tektonik secara lambat dan dalam jangka waktu lama. Tsunami Mentawai yang terjadi Oktober lalu diakibatkan oleh jenis gempa ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.