Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tsunami Menyapu hingga 450 Meter

Kompas.com - 30/11/2010, 21:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menyusul peristiwa gempa dan tsunami Mentawai pada tanggal 25 Oktober 2010, Balai Pengkajian Dinamika Pantai BPPT pun mengirim tim survei untuk melakukan pengumpulan data. Tim survei diketuai Dr Ir Widjo Kongko dari BPPT, beranggotakan 6 orang dari Indonesia dan 3 orang dari Jerman.

Penelitian ini bertujuan mengetahui tinggi gelombang tsunami, jauh limpasan, kenaikan dan penurunan permukaan, serta data lain yang dibutuhkan untuk pengembangan model tsunami. Hasil penelitian diharapkan berguna untuk mitigasi dan memperbaiki sistem peringatan dini serta upaya pengurangan risiko bencana lainnya.

Dari hasil survei, peneliti mengungkapkan, ketinggian gelombang tsunami bervariasi. "Di beberapa wilayah Pagai, misalnya, ketinggian bisa mencapai 12 meter. Sementara itu, ketinggian di wilayah Sipora antara kurang dari satu meter dan 3,5 meter," ungkap Widjo.

Data hasil ini sedikit berbeda dengan hasil riset lain yang mengatakan, ketinggian gelombang tsunami mencapai 17 meter. Widjo mengatakan, perbedaan tersebut mungkin saja terjadi sebab daerah yang diteliti berbeda. "Kami meneliti dengan melihat tsunami trace, seperti bekas air di rumah dan pohon, debris, serta kerusakan lainnya," urai Widjo.

Sementara itu, jangkauan tsunami secara horizontal terjauh terdapat di wilayah Malakopa. "Di wilayah tersebut, tsunami masuk ke daratan hingga sejauh 450 meter. Memang, jarak ini lebih pendek dengan tsunami Aceh yang mencapai ribuan meter. Namun, jumlah korbannya cukup banyak," kata Widjo.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan berbagai model, kecepatan gelombang tsunami yang menerjang pantai mencapai 20 km/jam. Selain itu, peneliti juga menemukan tsunami deposit di wilayah daratan dengan ketebalan deposit mencapai 1,5 cm.

Penelitian dilakukan melalui kerja sama Indonesia dengan Jerman selama periode 21-28 November 2010. Ekspedisi penelitian dimulai dari Padang menuju Sipora hingga Sibaru-baru. "Ada 16 titik yang kami teliti. Jadi, lebih kurang kami melihat 3 titik per harinya," kata Widjo.

Dalam penelitian ini, tim belum berhasil mengidentifikasi dengan pasti mengenai kenaikan dan penurunan daratan. "Kami belum bisa mengukur dengan pasti sebab sewaktu kami melihat, masih ada jejak-jejak tsunami yang terjadi sebelumnya juga. Jadi, cukup membingungkan."

Ia melanjutkan, "Data tentang kenaikan dan penurunan hanya didapatkan secara kualitatif. Masyarakat setempat ada yang mengatakan wilayah tertentu turun. Hanya sebatas itu. Belum ada rincian pastinya." Menurutnya, masih perlu penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut.

Senada dengan hasil penelitian sebelumnya yang merupakan hasil kerja sama LIPI, Amerika Serikat, dan Singapura, tim peneliti juga mengungkapkan bahwa penyebab tsunami ini adalah slow earthquake atau gempa berayun. Jenis gempa ini juga pernah menjadi penyebab tsunami di Pangandaran pada tahun 2006.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau