Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satwa di Merapi Mencari Habitat Baru

Kompas.com - 30/11/2010, 03:47 WIB

Magelang, Kompas - Sejumlah jenis satwa khas di kawasan hutan di Gunung Merapi, seperti elang jawa dan harimau, meninggalkan habitat asal dan mencari habitat baru.

”Dengan kerusakan hutan yang demikian parah di Gunung Merapi, satwa-satwa itu mencari hutan lain yang lebih nyaman dan menyediakan banyak sumber makanan seperti di Gunung Merbabu,” kata Pelaksana Harian Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Wilayah I Husni Pramono, Senin (29/11). TNGM Wilayah I membawahi wilayah hutan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman dan Magelang.

Dalam pantauan Husni, kepergian satwa-satwa untuk mencari habitat baru terlihat dalam dua minggu terakhir. Elang hitam terlihat keluar dari hutan di Gunung Merapi dan hinggap di pohon di Desa Ngargosuko, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Berdasarkan informasi masyarakat, beberapa ekor elang jawa terlihat hinggap di daerah Berbah, Sleman, DI Yogyakarta. Jejak harimau yang meninggalkan Gunung Merapi terlihat di Cangkringan, Sleman.

Seperti diberitakan sebelumnya, dari total kawasan hutan di Gunung Merapi seluas 6.410 hektar, 2.800 hektar di antaranya rusak akibat erupsi Merapi. Nilai kerugian mencapai Rp 5,5 triliun. Kerusakan terparah di Kabupaten Sleman dengan kerugian Rp 3 triliun.

Rehabilitasi hutan

Di Boyolali, pemerintah daerah menyiapkan 300.000 benih pohon sengon, suren, dan nangka untuk merehabilitasi ratusan hektar pohon yang rusak akibat erupsi Merapi. Benih itu masih setinggi 20 sentimeter. Diharapkan dalam waktu 1-2 bulan mendatang benih bisa ditanam.

Kepala Bidang Kehutanan pada Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Boyolali Mursid Sri Santosa mengatakan, akibat erupsi Merapi, pohon yang rusak mencapai 460 hektar, 200 hektar di antaranya di kawasan Balai TNGM. Kerugian diperkirakan Rp 15 miliar.

”Kerusakan tersebar di Selo, Musuk, Ampel, dan Cepogo dengan jenis pohon beragam, seperti sengon, akasia, pinus, dan jati,” ujarnya.

Namun, kata Mursid, rehabilitasi diperkirakan belum mampu menyentuh seluruh kawasan. Ada beberapa bagian yang lapisan abunya terlalu tebal. Benih tersebut masih bisa ditanam di tanah dengan ketebalan abu hingga 15 sentimeter. Tetapi jika ketebalannya sudah mencapai setengah meter, belum bisa direhabilitasi.

”Salah satu kendala lain, kami belum memiliki alokasi untuk pupuk organik. Untuk bisa ditanami, tanah perlu dicampur dengan bahan organik setidaknya 10 ton per hektar,” kata Mursid.

Koordinator Jaringan Informasi Lingkar Merapi Selo Sunaryanto mendesak upaya rehabilitasi dilaksanakan sesegera mungkin. Tanpa pemulihan, lereng Merapi akan semakin rawan longsor karena air hujan tidak bisa terserap ke dalam tanah dengan maksimal. (EGI/GAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com