MENTAWAI, KOMPAS
Warga melakukan hal itu secara spontan sejak terjadinya tsunami yang menerjang pesisir selatan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Gelombang perpindahan ini terus terjadi sampai hari Rabu (24/11).
Di Desa Muara Taikako, Kecamatan Sikakap, misalnya, desa yang lokasinya persis di dekat bibir pantai itu kini lengang. Sebagian besar rumah tertutup rapat. Hanya tampak satu sampai dua rumah yang pintunya terbuka.
Sebagian besar penduduknya telah mengungsi ke tempat-tempat yang lebih tinggi dengan jarak 2 kilometer lebih dari bibir pantai. Ada yang sudah dan sedang membangun rumah kayu sederhana, tetapi ada pula yang masih tinggal di tenda-tenda.
”Kalau malam hari, warga tinggal di tempat pengungsian. Siang hari sebagian ada yang tinggal di pengungsian, tetapi ada juga yang ke desa,” kata Risma Samongilalai (38), warga.
Di Dusun Boboakan, Desa Matobe, Kecamatan Sikakap, seluruh warga telah meninggalkan dusun lama mereka. Kebetulan, pascagempa 2007, Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Padang membangunkan rumah baru bagi mereka dengan model pemberdayaan masyarakat.
Rumah tersebut awalnya memang tak lama dihuni karena sebagian besar penduduk kemudian kembali ke dusun lama. Namun, pascatsunami 25 Oktober lalu, warga akhirnya berbondong-bondong tinggal di dusun baru tersebut.
Wakil Bupati Yudas Sabaggalet menyatakan, pemerintah daerah telah mengimbau agar warga yang tinggal dekat bibir pantai pindah ke daerah yang lebih aman. Hal ini disampaikan melalui camat dan kepala desa.
”Mungkin ada saja dusun yang belum menerima imbauan itu karena tak ada akses komunikasi. Namun, kami berharap warga bisa dengan kesadaran sendiri pindah ke tempat-tempat yang lebih aman,” kata Yudas.
Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, hanya 35 dusun yang terdaftar untuk direlokasi meski faktanya masih banyak dusun yang lokasinya rawan tsunami tetapi belum didaftar sebagai daerah yang perlu direlokasi.