Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Ruang Angkasa untuk Bumi

Kompas.com - 09/11/2010, 10:32 WIB

Oleh Nina Susilo Bumi, kata Profesor Brian J O'Brien, ibarat pesawat ruang angkasa yang amat berharga. Kalau dilihat dari ruang angkasa, Bumi sungguh kecil, bahkan hanya titik di antara berbagai planet dan bintang. Meski kecil, inilah satu-satunya planet yang diketahui dapat dihuni.

Kesadaran ini bukan sekadar doktrin suatu kepercayaan untuk Brian J O'Brien, mantan Kepala Peneliti NASA (National Aeronautics and Space Administration) yang menjalankan proyek Apollo pada tahun 1960-an.

Sekitar tahun itu pula dia tercatat sebagai pengajar ilmu pengetahuan ruang angkasa di Rice University, Houston, Texas, dengan Buzz Aldrin, salah satu mahasiswanya yang kemudian menjadi astronot yang mendarat di bulan dengan Apollo 11.

Menyadari sepenuhnya kenyataan itu, O'Brien memilih fokus dan mendorong perbaikan kualitas lingkungan. Sejak 1991, selama tujuh tahun, ayah tiga anak ini menjadi First Director and Chairman Environmental Protection Authority for Western Australia Government. Setelah itu, perusahaan konsultan yang bergerak di bidang strategi lingkungan, Brian J O"Brien & Associates Pty Ltd, didirikan.

"Sekarang saya bisa melakukan apa pun yang saya inginkan," ujarnya.

Dengan perusahaannya, O'Brien juga mendorong terbitnya 10 peraturan terkait perlindungan lingkungan di Australia Barat. Beberapa peraturan itu tentang pengelolaan air, polusi, pertambangan, serta etika lingkungan untuk bisnis dan turisme.

Debu Bulan dan Apollo Masalah lingkungan ini pula yang mengembalikan perhatian O’Brien pada debu Bulan yang sudah dideteksinya sejak 1969, saat pendaratan pertama manusia di Bulan dengan Apollo 11. Apalagi Presiden Amerika Serikat George W Bush (waktu itu) sempat melontarkan wacana lanjutan misi ke Bulan pada 2020.

Data mengenai debu Bulan sudah diambil sejak misi Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Sampai kini, kata O’Brien, terdapat sekitar 30 juta data digital tentang debu Bulan. Data mengenai debu Bulan itu ditransmisikan ke Bumi setiap 54 detik ketika misi Apollo 11, 12, 14, dan 15. Namun, sampai proyek ditutup pada 19 September 1977, belum ada yang menganalisis masalah debu Bulan ini.

Padahal, debu itu sangat mengganggu penelitian tim Apollo di Bulan. Karakteristik debu Bulan sangat berbeda dengan debu di Bumi. Debu Bulan lengket dan semakin siang semakin lekat. Bahkan, debu Bulan melekat di seismometer seberat 47 kilogram yang dipasang di badan Apollo 11 setinggi 17 meter, juga pada pakaian ruang angkasa. Karena lengket, debu ini merepotkan penelitian.

Untuk mengurangi kadar kelengketan debu, kata O’Brien, pendaratan di Bulan selalu pada pagi hari atau pada bulan baru. Masalah debu ini perlu dipertimbangkan dalam proyek pendaratan manusia di Bulan pada masa depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com