JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini (Rabu, 3/11/2010), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat-Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DP2M DIKTI) menggelar acara pelepasan pada para penelitinya. Pelepasan itu dilakukan sehubungan dengan akan diberangkatkannya Kapal Riset Baruna Jaya, Kamis (4/11/2010) untuk melakukan ekspedisi penelitian.
Acara pelepasan diadakan di Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Dermaga Barat, Jakarta Utara. Pelepasan dilakukan oleh beberapa staf LIPI dan DIKTI seperti Endang Sukarsa sebagai Wakil Kepala LIPI, Suryo Hapsoro Tri Utomo dari DP2M DIKTI dan Djoko Santoso dari LIPI. Acara pelepasan dimulai dengan sambutan dan ditutup dengan penyerahan kostum penelitian dan foto bersama.
Kapal Baruna Jaya akan membawa 60 peneliti yang terdiri dari staf LIPI dan para dosen dari berbagai Universitas. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional mengatakan, sekitar 60 orang akan bergabung dalam ekspedisi penelitian ini. "Sebanyak 24 orang berasal dari perguruan tinggi, 24 orang lagi merupakan peneliti dan sisanya adalah teknisi senior Oseanografi LIPI," katanya.
Kapal riset terbaik yang dimiliki Indonesia itu akan berlayar menuju dua tempat. Selama dua minggu pertama, dari tanggal 4 November - 16 November 2010, kapal akan melakukan ekspedisi ke Pulau Natuna. Sementara, mulai tanggal 19 November hingga 1 Desember 2010, ekspedisi akan dilanjutkan ke wilayah Kalimantan Selatan, tepatnya di Kepulauan Matasiri. Ekspedisi ini adalah ekspedisi kedua yang diselenggarakan tahun ini. Beberapa waktu lalu, ekspedisi dilakukan di Bangka Belitung.
Suryo mengatakan, secara umum, ekspedisi ini bertujuan untuk menyinergikan potensi peneliti di Perguruan Tinggi dan LIPI untuk meningkatkan wawasan kebaharian dan pemahaman yang lebih baik tentang potensi sumber daya, jasa dan lingkungan laut.
Beberapa staf pengajar perguruan tinggi yang dilibatkan berasal dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanuddin dan Universitas Diponegoro.
Pemilihan Natuna dan Matasiri sebagai tempat penelitian memiliki tujuan tertentu. Dr. Dirhamsyah, Koordinator Penelitian ini mengatakan, Natuna dipilih karena merupakan wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain. "Pengkajian wilayah Natuna bisa memberi kita informasi tentang status dan potensi sumber daya laut di wilayah perbatasan," katanya kepada Kompas.com.
Informasi dari daerah perbatasan tersebut penting sebab mencegah sumber daya di daerah tersebut dieksploitasi negara lain.
Selain itu, Natuna juga dipilih karena Pemerintah Daerah Bintan mengajukan salah satu wilayah di dekat Pulau Natuna untuk dijadikan kawasan lindung. "Banyak ekosistem dan habitat di wilayah itu dijadikan habitat ikan duyung dan penyu. Pemda setempat lalu meminta kawasan itu untuk dijadikan kawasan lindung. Nah, kita ingin mengkaji dulu wilayah itu," ujar Dirhamsyah yang akan mengkoordi seluruh kegiatan penelitian dari Jakarta.
Sementara, LIPI dan DIKTI memilih Kepulauan Matasiri sebagai wilayah penelitian karena adanya isu lingkungan. "Saat ini, daerah aliran sungai (DAS) Barito rusak parah sehingga sungai membawa lumpur ke lautan. Ini mungkin karena aktivitas pertambangan yang ada. Jadi, di Matasiri fokusnya adalah melihat pengaruh kondisi ekosistem daratan terhadap ekosistem laut," ungkap Dirhamsyah. Penelitian kemungkinan juga akan melihat adanya zat toksik yang terdapat di wilayah itu.
Dirhamsyah melanjutkan, mengkaji wilayah Matasiri sangat penting. Alasannya, arus laut di wilayah perairan Matasiri dipengaruhi oleh arus di Selat Makassar yang bergerak dari utara ke selatan. "Air beserta zat yang terkandung di dalamnya akan mengalir menuju Laut Jawa. Jika terdapat zat toksin, misalnya, maka zat tersebut bisa turut terbawa menuju Laut Jawa, mencemari wilayah perairan tersebut," katanya.
Untuk mendukung target-target yang hendak dicapai di tiap wilayah, LIPI dan DIKTI melibatkan peneliti dari berbagai bidang, seperti Oseanografi yang mengkaji aspek fisika dan kimia kelautan serta plankton dan ikan yang mengkaji aspek biologi laut. "Seluruhnya berguna untuk mengetahui kondisi wilayah laut tersebut," ujar Dirhamsyah.
Ekspedisi yang menelan dana kurang lebih Rp 2,5 miliar ini ditargetkan mampu menghasilkan 25 naskah penelitian yang dipublikasikan di jurnal ilmiah. Mengapa hanya 25? Dirhamsyah menjawab, "Kita nggak mau target banyak-banyak dahulu. Selain itu, publikasi juga masih akan dilakukan di jurnal ilmiah skala nasional. Perlu waktu lama untuk mempublikasikan di jurnal internasional".
Rencananya, hasil penelitian akan dipresentasikan dalam workshop yang akan diadakan tanggal 27 Desember 2010.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.