Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Kejutan dari Gua Harimau

Kompas.com - 29/10/2010, 04:11 WIB

Oleh TRUMAN SIMANJUNTAK

Gua hunian prasejarah ini sangat mengesankan. Ibarat perumahan sekarang, ia dapat digolongkan sebagai real estat. Di antara lebih dari 25 gua yang sudah teridentifikasi di perbukitan karst Desa Padang Bindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, gua ini paling ideal sebagai hunian.

Menempati lereng sebuah bukit karst yang menghadap ke kali kecil di bawahnya, gua menjadi sangat strategis untuk hunian dan perlindungan. Berada di ruang depan yang sangat luas dan relatif datar terasa lega karena pintu gua yang sangat lebar dan tinggi menjadikan sirkulasi udara sangat baik dengan sinar yang leluasa memasukinya. Belum lagi angin sepoi-sepoi yang sesewaktu menggerakkan dedaunan di depan gua, membuat rasa isis dan suasana alami.

Bagi manusia prasejarah dengan kemampuan teknologi dan daya pikir yang masih terbatas, keberadaan Gua Harimau dengan kondisi idealnya merupakan sebuah pemberian alam yang sangat spesial. Jika gua-gua yang sempit, gelap, dan lembab saja dihuni manusia—karena mereka belum mampu mendirikan bangunan tinggal yang ideal—apalagi Gua Harimau dengan segala ”fasilitas” yang dimilikinya? Sungguh beralasan jika di dalam gua ini ditemukan jejak-jejak kehidupan prasejarah yang sangat kaya, dan kemungkinan besar dari beberapa periode perkembangan budaya.

Gua Harimau mengingatkan kita pada beberapa gua lain di Nusantara yang telah dihuni manusia sejak 45.000-30.000 tahun yang lalu, dan berlanjut hingga 3.000-2.000 tahun lalu. Tercatat di antaranya Song Terus di wilayah Gunung Sewu, Jawa Timur, yang telah dihuni sejak 45.000 tahun lalu. Ada pula Gua Braholo di wilayah Wonosari, Jawa Tengah; Leang Burung 2 dan Leang Sakapao di Sulawesi Selatan, serta Gua Golo di Maluku, yang dihuni sejak 30.000 tahun lalu.

Di luar Indonesia, hunian sezaman terdapat di ceruk Lang Rong Rien di Thailand, Gua Tabon di Filipina, dan Gua Niah di Sarawak, Malaysia. Penemuan jejak-jejak hunian di gua-gua ini menunjukkan bahwa kawasan Asia Tenggara sudah dihuni secara kontemporer di sekitar akhir Pleistosen oleh Homo sapiens awal.

Kubur dan lukisan prasejarah

Sejak ditemukan tahun 2008, Gua Harimau telah menarik perhatian Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas). Walaupun masih dalam tahap awal, tetapi eksplorasi dan ekskavasi yang dilakukan telah memberikan hasil-hasil penting.

Tidak hanya bagi kemajuan arkeologi lokal, tetapi juga bagi lingkup Nusantara, dan bahkan Asia Tenggara. Penemuan-penemuan sejauh ini telah memperkaya wawasan kita tentang pemanfaatan gua-gua alam di zaman prasejarah.

Selain sebagai tempat hunian, Gua Harimau juga dimanfaatkan untuk kuburan. Penghuni gua yang mati dikuburkan di ruangan yang sama dengan menggali tanah pada kedalaman 30-90 sentimeter. Tampaknya, populasi penghuni gua cukup besar, terlihat dari penemuan sebaran kubur dari 18 individu di bagian tengah ruangan gua.

Ada kubur primer dengan posisi terlipat, setengah terlipat, dan telentang; ada pula kubur sekunder yang menguburkan kembali sisa bagian tubuh tertentu. Keragaman teknik dan orientasi kubur mencerminkan kekayaan alam pikir dan stratifikasi sosial pada komunitas penghuni gua.

Penemuan pecahan-pecahan tembikar dari berbagai jenis wadah, alat-alat serpih dari obsidian dan batuan lainnya, sisa pembakaran, cangkang kerang, biji-bijian, dan tulang-tulang hewan bersama kubur menggambarkan hunian gua masih mempertahankan peralatan dari batu dengan memanfaatkan fauna dan flora yang tersedia di sekitar gua. Patut dicatat pula bahwa penemuan alat besi dan tajak perunggu di lapisan atas menunjukkan adanya tradisi hunian dan kubur hingga masa protosejarah.

Seluruh tinggalan ini mengindikasikan hunian gua berlangsung sejak kehadiran penutur Austronesia awal, leluhur bangsa Indonesia sekarang, di sekitar 3.000 tahun lalu. Hunian itu berlanjut hingga masuknya pengaruh logam di sekitar awal Masehi.

Cukup mengejutkan adalah bahwa di gua ini juga terdapat lukisan-lukisan yang menggunakan zar merah kecoklatan. Pada dinding dan langit-langit gua tampak gambar figuratif (anyaman dan beberapa jenis hewan) yang menggambarkan benda dan lingkungan nyata) dan non-figuratif (bentuk geometris dan garis-garis) yang merupakan simbol-simbol yang belum diketahui maknanya.

Penemuan ini mengubah pandangan lama yang menganggap Sumatera (dan Jawa) tidak tersentuh oleh budaya lukisan gua, budaya yang sangat marak di sekitar paruh pertama kala Holosen di Indonesia timur. Penelitian yang masih berjalan diharapkan dapat menjelaskan arti, fungsi, dan posisi kronologinya; apakah kontemporer dengan kubur-kubur yang ditemukan atau dari masa sebelumnya.

Gua yang menjanjikan

Penemuan-penemuan di Gua Harimau merupakan sebuah kemajuan penelitian yang memberikan pemahaman baru akan dinamika hunian gua di Indonesia. Keberadaan kubur-kubur manusia dan tinggalan yang menyertainya telah memberikan pandangan baru akan kehadiran penutur Austronesia awal dan budayanya di wilayah ini, dan yang berlanjut ke masa yang lebih kemudian di sekitar awal Masehi.

Menarik dicatat bahwa pada periode transisi ke zaman sejarah ini, penutur Austronesia awal umumnya sudah tidak lagi menetap di gua, tetapi telah berpindah dengan menghuni rumah- rumah bertiang sederhana di bentang alam terbuka. Keberlanjutan hunian di Gua Harimau boleh jadi karena kondisi hunian ideal yang dimilikinya.

Satu lagi kejutan besar yang diharapkan datang dari gua ini menyangkut penemuan jejak-jejak hunian dari akhir Pleistosen. Sungguh sebuah pertanyaan besar, mengapa Sumatera sebagai pulau besar dengan keletakan yang sangat strategis, menghubungkan Asia Tenggara daratan-kepulauan, tidak memiliki data dari periode ini. Berbeda dengan Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan bahkan kawasan Asia Tenggara, Melanesia Barat, dan Australia umumnya sudah dihuni manusia secara kontemporer di kala itu.

Kondisi ideal hunian Gua Harimau dengan sedimen pengisi gua yang tebal, menjadi tumpuan harapan untuk mengisi kekosongan itu. Kita tunggu kejutan besar itu terjadi pada waktunya melalui penelitian-penelitian mendatang.

Truman Simanjuntak Ahli Arkeologi Prasejarah di Puslitbang Arkenas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com