YOGYAKARTA, KOMPAS
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Badan Geologi Subandriyo mengatakan, antara pukul 00.00 dan 07.00 Kamis kemarin tercatat gempa vulkanik tujuh kali, gempa multifase 69 kali, dan guguran lava 32 kali. Namun, hingga pukul 19.15 kemarin Merapi masih berstatus waspada.
Sejak Kamis (21/10) pukul 18.00 semalam, status Merapi juga telah ditingkatkan dari waspada menjadi siaga, atau level tertinggi kedua. Kepastian peningkatan status itu diperoleh dari Bupati Sleman, DI Yogyakarta, Sri Purnomo, Kamis malam. Sleman merupakan salah satu dari empat wilayah kabupaten yang berada di sisi selatan Merapi. ”Saya sudah menerima informasi dari staf soal peningkatan status tersebut yang diumumkan BPPTK pukul 18.00. Kami segera berkoordinasi untuk mempersiapkan segala hal sesuai dengan prosedur yang menyertai status tersebut,” kata Sri.
Menurut Subandriyo, Senin lalu, gempa multifase Merapi
Pada tanggal 18 dan 19 Oktober, gempa vulkanik tercatat lima kali dan tiga kali, kemudian meningkat menjadi 14 kali, dan vulkanik dangkal yang semula hanya 18 kali dan 14 kali pada Rabu juga meningkat menjadi 28 kali.
Peningkatan frekuensi gempa multifase menunjukkan pertumbuhan kubah lava. ”Peningkatan itu menjadi indikasi magma sudah dekat dengan permukaan, jaraknya sekitar 1 kilometer. Ini juga mengindikasikan bahwa Merapi menuju proses erupsi.”
Namun, menurut Subandriyo, belum bisa diketahui kapan waktunya dan akan mengarah ke mana letusannya.
Proses menuju erupsi Merapi tahun ini, kata Subandriyo, agak berbeda dengan proses-proses praerupsi sebelumnya. Salah satunya adalah tingginya frekuensi gempa vulkanik. ”Dalam erupsi-erupsi sebelumnya, gempa vulkanik tidak lebih dari sepuluh kali per hari,” katanya.
BPPTK melihat hal ini sebagai indikasi energi magma yang bergerak dari perut Merapi tinggi.
Namun, Subandriyo mengatakan, hal itu bukan berarti letusan nanti akan besar. Pasalnya, ada variabel-variabel lain yang lebih menentukan, seperti besaran magma, kandungan gas, dan tekanan.