Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Kesulitan Membaca Cuaca

Kompas.com - 04/10/2010, 11:28 WIB

Kondisi cuaca yang tidak menentu membuat para petani dalam posisi sulit. Para petani bahkan mengaku kini tidak dapat lagi membaca cuaca sesuai dengan "pranata mangsa" atau penentuan musim. Cuaca di musim tanam pertama hingga musim tanam ketiga tak cocok lagi untuk menanam.

Cuaca tahun ini sukar ditebak." Begitulah komentar hampir semua petani menyikapi anomali cuaca yang sedang terjadi saat ini. Pasalnya, kondisi ini membuat para petani kebingungan. Ada yang nekat menanam dengan risiko tanaman rusak dan terkena hama, namun ada juga yang menunggu karena khawatir akan rugi lebih besar.

Oleh karena itu, yang paling dibutuhkan petani saat ini adalah informasi terkini mengenai cuaca dari instansi terkait sebagai panduan untuk mengelola lahan pertanian.

Namun sayangnya, informasi tersebut masih minim. Tokoh petani Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Kaspono, saat ditemui, Sabtu (2/10), menyatakan, sejauh ini informasi mengenai cuaca tidak pernah sampai kepada petani.

"Sekolah lapang yang berlangsung selama ini materinya hanya pengenalan dan pemberantasan hama atau penyakit. Soal cuaca tidak pernah disinggung sama sekali," ujarnya.
 
Sekolah lapang iklim

Mengenai perubahan iklim ini, dua pekan lalu, Kepala Dinas Pertanian Jateng Aris Budiono, menyatakan Dinas Pertanian Jateng akan lebih fokus menanamkan pemahaman kepada petani tentang cara menghadapi perubahan cuaca dan pengendalian hama melalui sekolah lapangan iklim (SLI).

SLI sudah berlangsung sejak awal tahun 2010 di 38 unit yang tersebar di Kabupaten Semarang, Pati, Banyumas, Temanggung, Pekalongan, dan Sukoharjo. "Di tahun 2011 kami tambahkan materi tentang kalender tanam dan pengendalian hama bio-pestisida," katanya.

Para petani dilatih untuk mengamati perubahan cuaca dan menyiasatinya dengan mengatur pola tanam. Untuk memaksimalkan kualitas tanaman, petani juga dilatih menggunakan mikroorganisme yang mampu membunuh hama sebagai ganti pestisida.

Pengelola Kebun Benih Wonoketingal Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jateng, Sutomo, menyatakan, para petani yang bekerja di kebun benih berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi dampak perubahan cuaca. Caranya adalah mengontrol dan memberantas hama penyakit dan pengaturan air irigasi.

Pengontrolan hama dan penyakit dimulai sejak pembenihan dan tujuh hari setelah penanaman di lahan. Jika ada tanda-tanda hama atau penyakit, petani segera mengantisipasi dan memberantasnya.

"Adapun pengaturan irigasi dilakukan setiap kali hujan deras yang mengakibatkan air di saluran atau di dalam sawah meninggi. Jika air terlalu banyak, tanaman padi akan mudah terjangkit penyakit dan diserang hama," katanya.

Upaya tersebut, kata Sutomo, cukup membuahkan hasil. Pada musim tanam pertama dan kedua, para petani kebun benih mampu menghasilkan benih padi sebanyak 49 ton. Pada tahun 2009, benih yang dihasilkan hanya 41 ton.

Sementara itu Gubernur Jateng Bibit Waluyo menilai petani seharusnya tidak mengalami gagal panen jika mengikuti anjurannya. "Sebaiknya lahan yang terkena hama diganti tanaman palawija. Wis to manut wae ngendikane gubernur, mengko mesti kepenak. Yen ora yo rugi dewe," ujar Bibit yang mengusung program Bali Desa Bangun Desa, Kamis (30/9).

Ia juga mengajak petani untuk kembali ke pola tanam yang sudah ditetapkan bersama pada musim tanam I mulai Oktober 2010 hingga Maret 2011. Kepatuhan pola tanam itu, menurut Bibit, penting mengingat tantangan petani tak hanya ancaman hama, tapi juga ancaman banjir meluas. (who/hen/den/han/mdn)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com