Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Tangkap 4 Orang di Kawasan Muslim

Kompas.com - 26/08/2010, 01:42 WIB

BEIJING, KOMPAS.com - Polisi menahan empat tersangka terkait serangan bom pekan lalu di wilayah Xinjiang, China, lokasi kerusuhan etnik mematikan tahun lalu.

Keempat tersangka itu ditangkap Minggu lalu, tiga hari setelah ledakan di daerah pinggiran Aksu dekat perbatasan dengan Kyrgyzstan, demikian kantor berita Xinhua, Rabu (25/8/2010) mengutip juru bicara kepolisian daerah.

Aksu terletak 650 kilometer sebelah baratdaya ibukota Xinjiang, Urumqi, yang pada Juli 2009 dilanda kekerasan antara minoritas muslim Uighur dan kelompok mayoritas China Han.

Serangan bom pekan lalu dilakukan tiga orang yang diperkirakan menabrakkan sebuah kendaraan roda tiga ke arah massa dan meledakkan bom. Akibatnya, enam orang tewas dan melukai 15 lain, kata laporan itu, merevisi jumlah korban yang disampaikan sebelumnya.

Dua dari ketiga tersangka penyerang tewas dalam pemboman itu. Laporan-laporan pekan lalu mengatakan, seorang tersangka pria ditangkap di lokasi kejadian. "Itu merupakan sebuah kasus kriminal kekerasan," kata juru bicara kepolisian Xinjiang.

"Kejahatan kekerasan ini sangat membahayakan keselamatan dan harta benda masyarakat. Badan keamanan publik akan terus menumpas kegiatan kriminal keras dalam segala bentuk dan menghukum para penjahatnya sesuai dengan hukum," katanya.

Pada Juli 2009 lalu, kerusuhan antara Uighur versus China Han itu merenggut 197 jiwa dan mencederai lebih dari 1.600 orang. Dalam kerusuhan pada 5 Juli 2009, sebagian besar dari mereka yang tewas adalah orang Han, kelompok etnik dominan di China, namun puluhan orang Uighur juga tewas, menurut data pemerintah China.

Kekerasan yang dialami orang Uighur itu telah menimbulkan gelombang pawai protes di berbagai kota dunia seperti Ankara, Berlin, Canberra dan Istanbul.

Orang Uighur berbicara bahasa Turki dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan adalah yang paling keras melontarkan kecaman dan menyebut apa yang terjadi di Xinjiang sebagai "semacam pembantaian".

Orang-orang Uighur di pengasingan mengklaim bahwa pasukan keamanan China bereaksi terlalu berlebihan atas protes damai dan menggunakan kekuatan mematikan.

Delapan juta orang Uighur, yang memiliki lebih banyak hubungan dengan tetangga mereka di Asia tengah ketimbang dengan orang China Han, berjumlah kurang dari separuh dari penduduk Xinjiang.

Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Beijing tidak ingin kehilangan kendali atas wilayah itu, yang berbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India, dan memiliki cadangan minyak besar serta merupakan daerah penghasil agas alam terbesar China.

Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.

Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com