Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Tak Lagi Rimbun

Kompas.com - 05/08/2010, 02:58 WIB

Suara gemericik air semakin jelas. Suara air beradu kincir kayu. Herman (33) berhenti sejenak. Sementara, di sisi kanan tempat Herman berdiri, air terjun setinggi kurang dari 20 meter terlihat menjulang ke langit.

Bangunan kincir air dilengkapi dengan dinamo alias Listrik Mikro Hidro (PLMH) ini menjadi sesuatu yang dinanti-nantikan masyarakat Dusun Belo, Kampung Maha, Sultan Daulat, Kota Subulussalam. Bertahun- tahun puluhan keluarga yang tinggal di kawasan perkebunan kelapa sawit ini merindukan adanya listrik. Bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan senilai Rp 21,350 juta dan dana patungan warga sebanyak Rp 3 juta membuat keinginan itu terwujud. ”Sekarang warga sudah bisa punya televisi dan kulkas di rumah,” ujarnya.

M Rusli, salah satu warga Subulussalam, mengatakan, hal terpenting saat ini adalah mengupayakan agar debit air yang mengalir cukup untuk menggerakkan kincir dan mengaktifkan dinamo. Masalahnya, kata Rusli, hutan di sekeliling kampung sudah berubah menjadi kebun kelapa sawit.

”Sebagian kawasan ekosistem Leuser berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Kalau ini terjadi terus, pembangkit listrik itu bisa dipastikan tidak akan bertahan lama,” terang Rusli.

Pemerintahan Irwandi Yusuf, sejak menjabat pada 2007, gencar mengampanyekan pembangunan berdasarkan lingkungan. Aceh Green Vision menjadi konsep dasar pembangunan keberlanjutan. Kala itu, kebijakan moratorium logging atau penghentian penebangan legal menjadi kebijakan utama. Sementara, pembalakan liar, seperti diakui Irwandi, masih berlangsung. Meski ada penangkapan, tidak ada satu pun pelaku atau cukong pembalakan liar berhadapan di pengadilan.

Penataan

Penataan kembali hutan Aceh menjadi tema utama kebijakan. Restrukturisasi hutan Aceh ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kerentanan kondisi lahan, pencatatan kembali hak guna usaha, baik dalam bidang kehutanan, perkebunan, maupun tambang, sedang diupayakan. Sejalan dengan upaya itu, konflik satwa liar dengan manusia serta konflik pemilik tambang dengan masyarakat semakin meningkat. Pemerintah juga tidak berniat menghentikan pembangunan Jalan Ladiagalaska yang tetap dikerjakan karena membantu membuka keterisoliran daerah.

Bersamaan, para gubernur dari beberapa negara dunia, Acre, Amapa, Amazonas, Mato Groso, Para (Brasil); California, Wisconsin, Illinois (Amerika Serikat); dan Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Timur dan Papua (Indonesia), menyatakan, mereka berupaya mengaplikasikan aturan REDD. Dalam suratnya kepada kepala negara masing-masing, Oktober 2009, mereka menyatakan, lebih dari 50 persen hutan tropis dunia berada dalam wilayah negara bagian atau provinsi mereka. Kawasan hutan ini menghidupi jutaan keluarga dan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan. Kawasan ini mewakili 2,6 triliun dollar AS perekonomian dunia.

Dua kawasan diajukan sebagai percontohan proyek REDD, yaitu Kawasan Strategis Ulu Masen dan Kawasan Ekosistem Leuser.

Staf Bidang Konservasi Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BP KEL) Rudi H Putra mengatakan, proses menuju ke sana sedang diupayakan. Salah satu upaya yang gencar dilakukan BP KEL adalah mengonversi kembali hutan sawit ilegal dan masuk dalam wilayah KEL. Berdasarkan catatan BP KEL, puluhan ribu ha kawasan ini sudah beralih fungsi, baik perkebunan kelapa sawit maupun pemukiman dari total sekitar 2 juta hektar luas kawasan, termasuk kampung Herman. (MHD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com