Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ongky Ternyata Nama Bayi Orangutan

Kompas.com - 24/06/2010, 13:08 WIB

PONTIANAK, KOMPAS.com — Seekor bayi orangutan berusia dua bulan yang diselamatkan warga Dusun Ukit-Ukit, Kapuas Hulu, dalam kondisi luka tembak di bagian kaki kiri diserahkan kepada Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat di Pontianak.      Bayi orangutan subspesies Pongo pygmaeus pygmaeus bernama Ongky tersebut merupakan korban penembakan warga yang berburu di kawasan hutan Wong Jelia, Hulu Sungai Labian, Desa Mensiau, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, kata Koordinator Program World Wild Fund for Nature (WWF)-Indonesia Program Kalbar, Hermayani Putra, di kantor BKSDA Kalbar, Kamis (24/6/2010).      Bayi orangutan tersebut diserahkan kepada BKSDA untuk kemudian dititipkan ke lembaga International Animal Rescue (IAR) di Kabupaten Ketapang guna menjalani perawatan lebih intensif. WWF-Indonesia memfasilitasi pengangkutan bayi orangutan tersebut dari Kapuas Hulu ke Pontianak dan ke Ketapang.      Menurut Hermayani, bayi orangutan itu ditemukan warga bernama David Kiat pada 9 Juni dalam kondisi luka. Sebelumnya David Kiat bersama lima warga Dusun Ukit-Ukit melakukan aktivitas berburu pada 4 Juni dan menyepakati tidak akan membunuh orangutan.      Namun, salah satu anggota tim berburu tersebut menembak orangutan yang berada di atas pohon dengan ketinggian sekitar 40 meter. Sehari setelah penembakan itu, David Kiat menemukan induk orangutan dalam keadaan mati tersangkut di atas pohon dan seekor bayi orangutan yang jatuh dari atas pohon dalam kondisi terluka di bagian kaki kirinya.      David Kiat melaporkan kejadian itu ke WWF-Indonesia Kantor Putussibau. Tokoh adat dan perangkat Desa Labian menginginkan agar para pelaku mendapat peringatan keras untuk tidak memburu dan membunuh orangutan dan satwa liar dilindungi lainnya.         Mereka kemudian sepakat melakukan persidangan kecil yang mengombinasikan kesepakatan adat dan penyuluhan hukum terkait perlindungan satwa liar dilindungi.      Proses itu berlangsung Senin (21/6/2010) di Balai Desa Labian, dihadiri 70 peserta dari Desa Labian, Mensiau, Sungai Ajung, dan Sungai Abau di sekitar koridor Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS). Acara tersebut juga dihadiri sejumlah pejabat di tingkat polres, polsek, dan koramil setempat.      Acara diakhiri dengan penandatanganan surat pernyataan oleh para pelaku untuk tidak mengulang kembali tindakan melawan hukum terkait satwa liar dilindungi. Mereka bersedia diproses secara hukum jika masih melakukan kegiatan yang sama.      "Ini baru peringatan. Selanjutnya, pelaku bersedia, kalau melakukan perbuatan serupa, akan dibawa ke proses hukum," kata Hermayani.      Orangutan termasuk satwa liar dan langka, yang telah terdaftar di dalam Konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), khususnya di dalam Appendix I CITES.      Sedianya pada siang nanti bayi orangutan tersebut diberangkatkan ke Ketapang dengan dikawal seorang dokter hewan dari IAR, Adi Irawan.      Menurut anggota staf WWF-Indonesia Kalbar, Albertus Tjiu, saat dibawa dari Putussibau menggunakan jalan darat selama 18 jam perjalanan, bayi orangutan tersebut gelisah dan kesulitan untuk tidur.     

"Semalaman tidak tidur dan baru tiba di Pontianak pagi tadi," katanya. Kepala BKSDA Kalbar Edy Sutiyarto menyatakan, bayi orangutan itu untuk sementara dititipkan kepada IAR guna menjalani perawatan kesehatan. Setelah sehat dan cukup besar, akan dilepasliarkan kembali ke habitatnya.      Untuk subspesies Pongo pygmaeus pygmaeus akan dilepasliarkan di bagian utara Sungai Kapuas, sedangkan subspesies Pongo pygmaeus wurmbii di sebelah selatan Sungai Kapuas.      Ia mengajak semua pihak, termasuk LSM, untuk menangani secara bersama pelanggaran hukum terhadap satwa dilindungi. "Selama ini kami kesulitan menelusuri. Ketika mendapatkan informasi dan didatangi, ternyata sudah berpindah," katanya.      Edy juga mengakui cukup kesulitan menangani perdagangan dan pembunuhan satwa liar tersebut karena persoalan tempat dan sumber daya manusia.         Populasi orangutan di Kalimantan Barat saat ini diperkirakan sebanyak 2.500 ekor di Ketapang dan 2.000 ekor di TNBK dan TNDS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com