JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi utusan khusus presiden yang menangani perubahan iklim.
"Ya, saya mendapat keputusan (untuk menjadi utusan khusus) dari Presiden melalui Keppres tertanggal 10 Mei 2010," kata Rachmat di Jakarta, Jumat (21/5/2010).
Dengan menunjuk dirinya menjadi utusan khusus, Rachmat mengatakan Presiden RI menganggap masalah perubahan iklim merupakan hal yang sangat penting.
Dengan status utusan khusus Presiden RI, mantan menteri lingkungan hidup berposisi lebih kuat untuk melakukan negosiasi perubahan iklim di even internasional.
"Saya menjadi vokal point resmi pemerintah. Mereka (dunia internasional) akan menerima saya sebagai utusan khusus resmi sehingga mempunyai bobot lebih untuk memperjuangkan isu perubahan iklim untuk Indonesia," katanya.
Dia mengatakan akan bekerjasama dengan dua pihak lainnya yaitu Emil Salim yang telah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk permasalahan lingkungan dan Agus Purnomo yang telah ditunjuk menjadi staf khusus Presiden untuk perubahan iklim.
Rachmat menjelaskan staf khusus presiden berfungsi untuk mempersiapkan bahan tentang perubahan iklim kepada presiden, sedangkan Wantimpres bekerja mengkaji masalah dan memberikan masukan kepada presiden.
Rachmat mengaku masih menjabat sebagai Ketua Harian DNPI.
Direktur Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia, Fitrian Ardiansyah mengatakan Rachmat Witoelar bisa lebih leluasa dan lebih kuat dalam negosiasi internasional karena mendapat mandat dari Presiden RI sebagai utusan khusus.
"Ini merupakan peluang, karena selama ini negosiasi dilakukan oleh banyak anggota dari belasan sektor yang dikumpulkan oleh DNPI dan Kementerian Luar negeri," katanya.
Rachmat sebagai utusan khusus, akan merangkum semua aspirasi sektor di tingkat nasional maupun aspirasi daerah untuk dibawa di forum internasional.
Fitrian mengatakan tetapi hal tersebut juga menjadi tantangan besar bagai Rachmat untuk bisa menyatukan semua kepentingan sektor dan daerah yang berbeda-beda.
Keuntungan lainnya, dengan posisi sebagai utusan khusus presiden, Rachmat bisa masuk pada lobi-lobi internasional yang biasanya dilakukan tidak hanya pada level panel, paripurna, tetapi juga pada level bilateral atau bahkan kamar.
Sedangkan Koordinator Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim (CSF), Giorgio Budi Indarto justru melihat posisi Rachmat Witoelar sebagai utusan khusus malah memperlemah diplomasi Indonesia di tingkat internasional.
Giorgio melihat posisi Indonesia pada KTT ke-13 Perubahan Iklim di Bali dengan keputusan "Bali Action Plan" dan pada KTT ke-15 Perubahan Iklim di Kopenhagen Denmark terlihat sangat kompromistis.
"KTT Perubahan Iklim di Bali dengan Bali Action Plan dengan negosiator utama Racmat Witoelar. Dan COP 15 yang dianggap gagal, tetapi kita tetap berasosiasi dengan hasilnya yaitu Copenhagen Accord," kata Giorgio.
Dia melihat dengan kepemimpinan Rachmat Witoelar, diplomasi Indonesia untuk perubahan iklim tidak kuat, bahkan cenderung mengikuti kemauan negara-negara maju.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.