Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelisik Keramik, Merangkai Sejarah

Kompas.com - 19/05/2010, 20:24 WIB

Berbagai laporan dan dokumentasi kuno menyebutkan, di perairan Indonesia yang luasnya 5,8 juta km persegi dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (81.000 km), puluhan ribu kapal tenggelam . Kapal-kapal karam beserta muatan berharganya, dari abad ke-4 sampai dengan Perang Dunia II, tentu menjadi peninggalan budaya bawah air yang menarik dikaji.

Selain menarik dikaji, kapal tenggelam beserta muatannya telah menjadi komoditi dengan nilai jual tinggi. Buktinya, hasil pengangkatan kapal tenggelam di laut Jawa, sekitar 12 mil perairan utara Cirebon, Jawa Barat, nilai jualnya sekitar Rp900 miliar . Sayang, pada pelelangan 5 Mei 2010 lalu, belum ada calon pembeli, karena masa penawaran yang terlalu singkat dan karena adanya uang penjaminan yang terlalu besar.

Sebelum ada pengangkatan yang telah memperoleh izin dari pemerintah itu, yang dilakukan PT Paradigma Putra Sejahtera (PT PPS) bekerjasama dengan PT Cosmix (Belgia), pengangkatan illegal dari dulu sampai sekarang masih terus berlangsung . Kini, pihak kepolisian tengah melakukan penyidikan terhadap pengangkatan benda cagar budaya (BCB) di daerah Blanakan, yang diduga (kembali) melibatkan seorang arkeolog maritim Berger Michael Hatcher, kata Direktur Peninggalan Bawar Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Surya Helmi, menjawab Kompas, Minggu (16/5).

Kasus-kasus sebelumnya, Berger Michael Hatcher berhasil melelang tinggalan arkeologi dasar laut Indonesia secara illegal. Warga negara Australia kelahiran Inggris tahun 1940 itu menyadi miliarder setelah menemukan 225 batang emas dan 160.000 buah keramik di perairan Riau. Hasil jarahannya itu dilelang di Balai Lelang Christie, Amsterdam, tahun 1986 senilai 16 juta dollar AS.

Masih ada lagi daftar BCB jarahan dasar laut Indonesia yang berhasil dilelang akhir tahun 2000 di balai lelang Jerman. Gambaran ini sebagai bukti bahwa muatan-muatan kapal tenggelam di perairan Indonesia itu bernilai ekonomi sangat tinggi.

Kasus-kasus pencurian BCB dasar laut ini tidak saja menyebabkan rusaknya situs karena tak mengindahkan nilai kultural, tetapi Indonesia juga akan kehilangan informasi yang penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan karakter bangsa dan sejarah perjuangan bangsa. Bisa dibayangkan bila kita kehilangan data dan aset-aset budaya yang penting dapat dipastikan apresiasi masyarakat untuk m enghargai dan melestarikan karya budaya bangsa sendiri akan melemah, karena tidak memiliki tinggalan budaya yang dapat dibanggakan.

Muatan keramik

Dari kapal-kapal tenggelam, hampir selalu keramik ditemukan dalam jumlah relatif besar. Bambang Budi Utomo dari Puslit bang Arkenas yang menjadi editor buku Kapal Karam Abad ke-10 di Laut Jawa Utara Cirebon (Terbitan Panitia Nasional Peng angkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam, Jakarta 2008), mengatakan, kapal tenggelam yang artefaknya telah diangkat berasal dari kapal niaga, dengan barang dagangan sebagian besar keramik (90 persen) . Selebihnya adalah tembikar, dan barang-barang kaca yang didalamnya berisi cairan wangi-wangian. Sebagai kapal niaga yang mengakut para saudagar, dibawa juga sejumlah uang logam (timah dan perunggu) dari Tiongkok.

Pihak perusahaan pengangkat artefak dasar laut di laut Jawa utara Cirebon melaporkan, benda yang diangkat berjumlah 541.341 buah, terdiri dari 519.942 buah benda keramik dan 21.3 99 buah benda-benda dari berbagai bahan, seperti kayu, kaca, logam, dan lain-lain. Sebanyak 262.999 buah keramik telah dikembalikan ke dasar laut, karena berupa pecahan yang dianggap tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis, sementara sisa keramik lainnya berjumlah 256.943 buah.

Dari 256.943 buah keramik, sebanyak 221.124 buah adalah porselin dan bahan batuan, sementara sebanyak 35.819 buah adalah terbikar. Dari jumlah ratusan ribu buah keramik itu, setidaknya terdapat sembilan bentuk wadah, yaitu mangkuk, piring, cepuk, pasu, teko, guci, buli-buli, pedupaan, dan tempat tinta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com