Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punahnya Hutan Suku Talang Mamak

Kompas.com - 17/05/2010, 10:32 WIB

Oleh Syahnan Rangkuti

KOMPAS.com — Gubuk kayu itu kini tinggal kerangka. Tidak ada lagi dinding atau atapnya. Lantai gubuk pun hanya tinggal potongan-potongan batang kayu berdiameter kecil berjejer tanpa papan di atasnya. Lokasi di sekeliling gubuk sudah terang benderang.

Hutan dengan pohon-pohon besar yang dahulu memenuhi halaman gubuk sudah tidak kelihatan lagi dan berganti dengan pohon-pohon kelapa sawit kecil yang baru ditanam. Pemandangan di depan gubuk menjadi sangat kontras tatkala bunga berwarna kuning yang ditanam Patih Laman sedang mekar-mekarnya.

Di pondok kayu itu, sekitar tiga bulan lalu, Patih Laman (90), mantan kepala suku Talang Mamak, suku asli masyarakat Riau di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, melakukan "protes keras" atas perusakan hutan adat sukunya untuk dijadikan kebun kelapa sawit. Laman melakukan aksi semadi di gubuk hutan itu sendirian selama tiga pekan. Hanya saja, tubuh tuanya sudah tidak bisa lagi bertahan dan Laman pun jatuh sakit.

Di tengah sakitnya, awal Maret 2010, Laman berangkat ke Pekanbaru untuk mencari dukungan wartawan dan lembaga swadaya masyarakat pemerhati lingkungan untuk mengembalikan Piala Kalpataru. Namun, ada perbedaan pendapat di kalangan LSM pemerhati lingkungan sehingga pengembalian Kalpataru itu batal.

Yang pasti, protes Laman tidak didengar. Hutan Talang Mamak sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Hutan di sekeliling gubuk yang kini sudah ditanami kelapa sawit itu adalah sebagian kecil dari hutan adat yang tersisa milik suku Talang Mamak yang semakin tidak terkendali berubah menjadi kebun sawit.

"Lebih baik saya mati ditembak bila hutan kami yang tersisa ini pun dijadikan kebun kelapa sawit," ujar Laman dengan nada sendu dan meneteskan air mata ketika meninjau gubuk itu awal pekan ini.

Air mata Laman ternyata tidak ada artinya.

Siapakah Patih Laman? Mengapa dia menangisi hutan yang hilang?

Tahun 2003, Patih Laman adalah salah seorang penerima anugerah pelestarian lingkungan hidup, Kalpataru, dari Presiden Megawati. Kalpataru itu adalah penghargaan atas kerja keras suku Talang Mamak melestarikan empat hutan adatnya, yakni hutan adat Panyabungan dan Panguanan, Sungai Tunu, Durian Cacar serta hutan adat Kelumbuk Tinggi Baner yang luasnya berkisar 1.800 hektar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com