JAKARTA, KOMPAS.com - Pemanasan global telah menyebabkan menurunnya kecepatan angin sehingga mempengaruhi perkembangan energi alternatif bersumber dari tenaga angin.
"Kecepatan angin global rata-rata telah menurun sejak 1973, bahkan penurunan itu sudah sampai 10 persen," kata anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) bidang Ilmu Rekayasa Prof Dr Satryo Soemantri Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (20/4/2010).
Penurunan kecepatan angin sebesar 10 persen akan menyebabkan penurunan energi yang dihasilkan sebesar 30 persen, ujarnya pada Pidato Inaugurasinya di depan para ilmuwan AIPI.
Menurut dia, penurunan kecepatan angin itu terjadi karena berkurangnya lapisan es di danau-danau di belahan bumi utara dan selatan, berhubung angin bertiup lebih cepat di permukaan es daripada di permukaan air.
Selain itu karena pemanasan global saat ini membuat kutub lebih cepat memanas daripada bumi manapun, sehingga perbedaan suhu dan tekanan antara kutub dan khatulistiwa akan berkurang dan membuat kecepatan angin berkurang.
Indonesia, menurut dia, juga bukan negara yang memiliki kecepatan angin yang memadai untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), walaupun ada angin yang datang tidak bersifat kontinu.
"Selain itu area yang memiliki kecepatan angin kencang biasanya jauh dari penduduk yang akan menggunakan listrik, sehingga ada kendala transmisi listrik," katanya.
Saat ini kontribusi energi angin di Amerika Serikat (AS) hanya satu persen dari kebutuhan listrik nasionalnya dan diperkirakan pada 2030 kontribusi itu mencapai 20 persen di mana 20 persen dibangun di lepas pantai.
"Rencana pembangunan PLTB lepas pantai akan mencapai 350 MW di AS dan 1.100 MW di Eropa dengan biaya investasi tiga juta dolar AS per MW," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.