Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Talang Mamak dan Masyarakat Adat yang Merana

Kompas.com - 03/04/2010, 23:20 WIB

Ia juga mengatakan, masyarakat adat Talang Mamak sudah jengah dengan janji-janji para kepala daerah yang hanya rajin mengunjungi mereka sebelum pesta demokrasi pemilihan umum.

"Berulangkali pemilu dilewati, janji kepala daerah terucap, mengukur jalan katanya mau diperbaiki, tapi belum ada bukti. Talang Mamak seperti hanya dibutuhkan saat pemilu, selebihnya ditinggalkan," ujar Gading.

Peneliti masyarakat adat Melayu UU Hamidi mengatakan, Suku Talang Mamak secara historis sudah memiliki sistem pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya bisa mensejahterakan mereka dari generasi ke generasi.

Talang Mamak, yang tergolong suku Melayu tua, menempatkan Rimba Puaka sebagai hutan simpanan yang terlarang untuk diperjualbelikan hingga untuk ditebang dan perburuan binatang juga terbatas.

Rimba Puaka berfungsi sebagai sumber untuk obat-obatan alami, dan penyangga penting bagi keberlangsungan ekosistem tanah perkebunan dan ladang mereka.

"Masyarakat adat dibantai sejak rezim Orde Baru dengan konsep perangkat desa dan pemberian izin HPH yang merusak aturan sosial dan hak terhadap hutan adat," ujarnya.

"Padahal masyarakat adat Melayu dari dulu sudah memiliki konsep paru-paru dunia, sebelum dirusak oleh pemerintah sendiri," lanjut Hamidi yang telah menulis 50 buku tentang masyarakat adat Melayu.

Ia mengatakan, kondisi masyarakat adat Malayu di Riau umumnya sangat merana akibat pemaksaan konsep perangkat desa yang membuat peran tokoh adat jadi terpinggirkan.

Tokoh adat seperti Laman dan Gading, kini berada dalam pilihan yang sulit untuk mempertahankan hukum adat mereka.

Menurut dia, seharusnya pemerintah tak perlu malu untuk berkaca pada kebijakan kolonial Belanda yang mengakui keberadaan hutan adat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com