Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapkah Hadapi Transgenik

Kompas.com - 30/03/2010, 03:16 WIB

Antonio Dizon tengah gembira. Petani Filipina yang tinggal di Barangay Café, Concencion, Provinsi Tarlax, sekitar tiga jam perjalanan darat dari Manila, ini tengah menanti panen jagung hibridanya. Panen jagung kali ini tampak lebih memiliki arti bagi petani dengan lahan 1,2 hektar itu.

Karena pada musim tanam jagung kali ini Antonio memutuskan beralih menanam jagung transgenik, dari semula jagung hibrida DK 818.

Keputusannya menanam jagung transgenik DK 9132 produksi Monsanto kali ini tak lain untuk mengejar peningkatan produktivitas dan menekan biaya produksi jagung, yang pada akhirnya untuk meningkatkan pendapatannya.

Selama ini produktivitas jagung hibrida DK 818 di lahan Antonio tidak jelek-jelek amat. Produktivitas rata-rata per hektar 9 ton jagung panen dengan kadar air hingga 30 persen. Ia setia menanam jagung itu bertahun-tahun.

Keinginan menanam jagung transgenik DK 9132 karena tanaman tersebut memiliki keunggulan tahan herbisida dan lebih tahan serangan hama penyakit, seperti ulat daun dan tongkol serta penyakit bule.

”Dengan menghemat pestisida dan ongkos tenaga kerja, saya dapat mengurangi biaya produksi jagung saya,” kata Antonio, Kamis (25/3) di lahan pertaniannya.

Masih di provinsi yang sama, Julie Medina, wanita yang mengusahakan lahan pertanian untuk tanaman padi dan jagung asal San Bartolome, Concepcion, Filipina, juga membudidayakan jagung transgenik. Pilihannya jagung hibrida transgenik Bt Corn, produksi Syngenta.

Dia memilih menanam jagung transgenik yang tahan hama penyakit untuk menghindari penurunan produksi. Julie sebenarnya merasa belum perlu menanam jagung transgenik dengan dua keunggulan, tahan herbisida dan hama penyakit, karena gangguan gulma masih bisa diatasi secara manual.

Produktivitas jagung yang dibudidayakan mencapai 8-9 ton per hektar dengan kadar air hingga 30 persen.

Wanita yang menikahi pria AS ini sekarang mengelola 400 hektar lahan pertanian yang digarap sekitar 150 petani. Penghasilannya dari budidaya padi dan jagung per tahun mencapai 275.000 dollar AS setiap musim. Penghasilannya yang bagus ditopang pemanfaatan pupuk organik dan kimia serta pilihan benih.

Tergantung pilihan

Produk benih jagung transgenik kini terus berkembang pesat. Tidak saja menawarkan tahan herbisida, tetapi juga tahan insektisida atau hama penyakit.

Monsanto, produsen benih raksasa asal AS, mulai menawarkan tanaman jagung transgenik yang memiliki dua keunggulan itu di Filipina. Dengan merek dagang DK 9132 RRC2/YG. RRC2/YG berarti tahan herbisida dan hama penyakit, terutama penggerek batang, bule, dan buah serta ulat daun.

Sering dijumpai saat menanam jagung petani disibukkan dengan kehadiran gulma. Perlu dana khusus untuk menyiangi gulma agar pertumbuhan tanaman jagung optimal.

Dalam kegiatan usaha tani jagung skala luas, penyiangan jagung dari gangguan gulma, baik gulma keras dalam bentuk alang-alang maupun gulma lunak, sangat merepotkan. Ongkos tenaga kerja yang harus dikeluarkan juga besar.

Dengan benih transgenik tahan herbisida, petani tak perlu menyiangi gulma. Tanaman jagung yang tengah tumbuh bisa disemprot herbisida bersamaan dengan gulmanya. Gulma mati, pertumbuhan jagung tak terganggu. Ini terjadi karena gen yang tahan herbisida ditransfer ke benih jagung DK 9132.

Adapun benih jagung yang tahan insektisida lebih tahan terhadap ulat jagung, baik ulat daun maupun buah, serta tahan penyakit bule. Bagi petani Filipina, biaya untuk membeli insektisida per hektar mencapai 3.000 peso atau sekitar Rp 750.000 sehingga hadirnya benih transgenik amat menekan biaya produksi.

Bagi petani Filipina, serangan hama penyakit jagung tak terelakkan lagi. Dalam kondisi tertentu, hama penyakit bisa menyerang tanaman jagung hingga luasan 60-80 persen dari total pertanaman 500.000 hektar.

Adapun gangguan gulma juga sangat merepotkan. Petani Filipina kesulitan menyiangi gulma karena minim tenaga kerja. Banyak warga Filipina yang memilih pergi ke kota daripada menjadi buruh tani. Dua masalah itulah yang membuat petani jagung Filipina berpaling ke jagung transgenik.

Petani Filipina umumnya memiliki lahan pertanian yang relatif lebih luas dari kepemilikan petani Indonesia. Di Tarlax, misalnya, banyak petani yang memiliki lahan pertanian lebih dari dua hektar. Luasnya kepemilikan lahan membuat petani kesulitan melakukan penyiangan secara manual.

Terkait subsidi, petani jagung di Filipina sama sekali tidak mendapat subsidi dari pemerintah, baik subsidi benih maupun pupuk. Oleh karena itu, mereka harus memacu produktivitas setinggi mungkin dan menekan biaya produksi serendah mungkin untuk meningkatkan pendapatan.

Bagaimana dengan petani Indonesia?

Masih bisa diatasi

Para petani sekaligus pengurus organisasi tani Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), yang turut dalam pertukaran petani Asia 2010 yang digagas croplife, umumnya menyatakan perlunya peningkatan pendapatan petani Indonesia melalui introduksi benih yang bisa memacu peningkatan produktivitas.

Harapan yang sama diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola. Menurut dia, budidaya jagung di Indonesia ke depan harus seefektif mungkin jika mau punya daya saing di pasar dalam negeri ataupun dunia. Harga jagung di pelabuhan Indonesia harus sama dengan harga di pelabuhan negara lain, seperti AS.

Jika kalah kompetitif, produk jagung negara lain akan menyerbu pasar jagung Indonesia. Karena itu, adopsi teknologi sangat diperlukan. Melalui teknologi, selain bisa meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas, juga dapat menciptakan daya saing harga dengan jagung impor.

Namun, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Suyamto menegaskan, tanaman jagung transgenik tidak meningkatkan produktivitas.

Bibit transgenik hanya menjaga tanaman dari serangan gulma dan hama penyakit. ”Di Indonesia, gulma masih bisa diatasi petani sendiri dan hama penyakit jagung masih bisa dikendalikan,” tegas Suyamto.

Terkait serbuan jagung impor, tidak perlu khawatir meski harus waspada. Banyak negara menggenjot produksi jagungnya untuk memenuhi permintaan industri etanol, seperti AS.

Jadi, pasar jagung dunia tetap akan terbuka lebar. ”Pengembangan produk transgenik di Indonesia harus terus dilakukan agar suatu saat Indonesia benar- benar siap menghadapi berbagai tantangan baru itu,” katanya.

Seberapa mampu Indonesia terus memproteksi pasar jagung dalam negeri dan kapan siap dengan produk transgenik yang dikembangkan sendiri? Kita lihat saja.... (HERMAS E PRABOWO, dari Manila, Filipina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com