Tenggarong, Kompas -
Demikian penjelasan Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta saat meninjau lokasi pertambangan di Tahura Bukit Soeharto, Jumat (26/3).
Gusti memaparkan, CV APJ dinilai melanggar karena menambang dalam Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas Mulawarman di Tahura Bukit Soeharto. Pelanggaran ini berat karena berada di kawasan konservasi dan tanpa seizin Menteri Kehutanan.
”Belum lagi, apakah dia ini sudah membuat UKL/UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup/upaya pemantauan lingkungan hidup),” kata Gusti.
Adapun PT Kaltim Batu Manunggal melanggar karena tidak melaporkan kegiatan kepada Kementerian Lingkungan Hidup. Misalnya, bagaimana mekanisme pengolahan limbah, penutupan lahan bekas tambang dengan tanah, dan penanaman atau reklamasi.
”Harusnya mereka wajib melaporkan. Mereka sudah dipanggil dan Selasa ini harus menghadap,” kata Gusti.
Manajer PT Kaltim Batu Manunggal Sambudi saat menerima rombongan Menteri LH mengatakan, sanggup untuk memenuhi semua persyaratan pengelolaan tambang yang baik.
Tidak ada satu pun pihak manajemen CV APJ yang menemui rombongan Menteri LH yang didampingi Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Wakil Gubernur Farid Wadjdy. Aktivitas pertambangan terhenti meskipun deretan truk-truk dan traktor masih berada di lubang-lubang penggalian.
”Dua hari lalu, saya lewat sini untuk meninjau lokasi, mereka masih menambang,” kata anggota staf Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman, Rustam.
Rustam, kandidat doktor pada Universitas Tokyo, mengatakan, kerusakan Tahura Bukit Soeharto mengakibatkan setidaknya 20 spesies satwa punah.
Di situ tidak bisa lagi dijumpai landak, musang, dan rangkong (burung besar). ”Penelusuran kami, macan dahan yang merupakan predator utama di rantai makanan di Kalimantan cuma tinggal 10 ekor di Tahura Bukit Soeharto,” katanya.
Dalam Rapat Koordinasi Lingkungan Hidup Regional Kalimantan di Balikpapan, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan, kalau dulu disebut-sebut Kalsel yang paling parah kerusakannya akibat pengerukan pertambangan batu bara secara tidak beraturan, sekarang justru Kaltim yang paling parah.
”Pak Menteri kalau berada di Kaltim dan melihat kondisi kerusakan dari udara, pasti akan mengetahui kerusakan lingkungan di sekitar tambang di provinsi ini lebih parah daripada di Kalsel,” katanya saat memaparkan kondisi lingkungan hidup di Kaltim kepada Menteri Hatta.
Menurut Awang Faroek, tidak ada cara lain untuk mengatasi hal itu kecuali dengan mengambil tindakan tegas bagi perusahaan yang merusak lingkungan agar muncul efek jera. Selain itu, para bupati juga tidak bisa lagi seenaknya mengeluarkan izin. Semua izin yang bermasalah harus dicabut.
Meskipun begitu, Awang Faroek menyatakan tidak setuju adanya usulan untuk moratorium pertambangan di Kaltim. Faroek menilai hal itu tidak bisa dipenuhi karena perekonomian Kaltim amat bergantung pada kegiatan pertambangan.
Hal senada juga dikemukakan Menteri Muhammad Gusti Hatta. Menurut dia, yang perlu dilakukan adalah secara bertahap terus bertindak tegas menghentikan kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan.
”Hasil sidak saya belum lama ini di Kalsel, ada tujuh perusahaan pertambangan yang merusak lingkungan. Tindakan yang kami lakukan, yaitu memberikan sanksi administrasi dan melakukan reklamasi serta perbaikan pengelolaan lingkungan. Sanksi sebagai bentuk pembinaan. Jika membandel, pasti akan diberi sanksi hukum,” katanya.
Dalam pertemuan itu, Hatta juga mengingatkan para pejabat Badan Lingkungan Hidup di daerah untuk jujur membuat analisis dampak lingkungan. Sebab, jika di kemudian hari terbukti tidak beres, pejabat bersangkutan bisa dihukum sesuai UU No 23 Tahun 2009.