Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plinplan Tanda Kepikunan

Kompas.com - 29/01/2010, 08:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hitunglah berapa kali dalam sehari Anda lupa sesuatu. Jika usia Anda belum 40 tahun tetapi sangat pelupa, waspadalah! Mungkin saja penyakit pikun (demensia) mulai menggerogoti Anda. Gejala pikun yang lain adalah sulit menangkap ide dan beradaptasi, sikap berubah menjadi kekanak-kanakan dan plinplan.

Wajar jika di usia muda (belum 40 tahun), satu-dua kali dalam sehari Anda lupa meletakkan kunci atau dompet, mematikan komputer, atau menelepon teman, dan sebagainya. Mungkin Anda sedang menghadapi banyak masalah, sehingga konsentrasi terganggu dan banyak hal terlupakan.

Namun, kalau berkali-kali lupa, itu tandanya terjadi penurunan daya ingat. Bila tanda-tanda pikun itu terjadi, mesti hati-hati. Bila dibiarkan, saat usia bertambah tua lagi, Anda bisa menjadi pribadi yang sangat sulit berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain maupun lingkungan.  

Pusatnya di Otak
Pikun atau bahasa medisnya demensia adalah penyakit yang pusat persoalannya berada di otak. Menurut Dr. Sukono Djojoatmodjo, Sp.S, pikun disebabkan oleh kerusakan sel-sel otak. Akibatnya terjadi penurunan daya ingat. Kondisi ini bisa berlangsung cepat atau lambat, tergantung pada kerusakannya.

Wujud penurunan daya ingat bisa berupa keadaan lupa sekali-sekali, misalnya lupa meletakkan kaca mata atau mengingat suatu tempat. Keadaan ini disebut very mild cognitive decline.

Seiring bertambahnya usia, terutama di usia 50-an tahun, keadaan ini bisa menjadi MCI (mild cognitive impairment). Ini terjadi akibat mengisutnya otak yang tadinya 1,3 kg menjadi 1,2 kg, karena kadar airnya menyusut.

Bila sudah mencapai tahap MCI, sebaiknya Anda hati-hati. Keadaan ini bisa berkembang ke situasi moderate cognitive decline/impairment, yang artinya Anda sudah betul-betul mulai pikun.

Secara klinis kerusakan sel otak pada penderita pikun (demensia) ditunjukkan oleh gejala terburu-buru dalam mengambil keputusan, sehingga tampak bodoh, perilaku jauh berbeda dari sebelumnya dan bisa jadi agak kekanak-kanakan serta terlihat plinplan. Penderita juga tampak kesulitan menangkap ide baru atau beradaptasi dengan situasi baru.

Kecepatan otak dalam memproses informasi semakin lambat. Pengiriman informasi atau instruksi sering tidak tepat. Akibatnya, kita sering frustrasi bila berhadapan dengan penderita. Pola pikir yang mundur dan kaku ini tak jarang membuat kita menganggap mereka sebagai “si tua yang bebal”.

Emosi Labil
Kerusakan memori sering dianggap sebagai satu-satunya gejala demensia. Padahal, masih ada gejala lain yang lebih parah. Misalnya, penderita kadang membicarakan orang-orang yang sudah meninggal, seolah mereka masih hidup. Payahnya lagi, emosi penderita menjadi labil, penderita berubah menjadi pribadi yang lain dari dirinya. Tentu harus hati-hati menghadapi orang semacam ini.

Dr. Sukono menegaskan, pola hidup sehat harus dijalani untuk menghalangi kepikunan. “Berhentilah merokok, makanlah dengan gizi seimbang, hindari minuman beralkohol, hindari stres, rutin berolahraga dan teraturlah melakukan rileksasi,” ujar spesialis saraf dari RS Mitra Internasional, Jatinegara, Jakarta ini.

Bila sudah telanjur pikun, anggota keluarga harus segera berupaya supaya penderita menghilangkan kebiasaan yang tidak sehat. Biarkan penderita menggiatkan diri dengan aktivitas membaca, menulis, mengisi teka-teki silang, terus aktif dalam lingkungan sosial, dan mengasup makanan sehat.

Usahakan jangan sampai terkena penyakit yang mengganggu fungsi otak semisal stroke, diabetes melitus, dan pengapuran pembuluh darah.

Bisa Sulit Diperbaiki
Pada dasarnya, Dr. Sukono menambahkan, ada dua macam demensia, yang bisa diperbaiki (reversible) dan yang sulit diobati (irreversible). Demensia yang bisa diperbaiki disebabkan oleh antara lain terlalu banyak mengonsumsi alkohol, infeksi virus, bakteri atau jamur di otak, perdarahan di bawah selaput keras otak (subdural hematoma), penimbunan cairan dalam ventrikel otak (normal pressure hydrocephalus), dan kurangnya aktivitas kelenjar gondok (hypothyroidsm).

Demensia yang tidak bisa diperbaiki biasanya terjadi akibat penyakit Alzheimer, demensia yang ditandai oleh rusaknya beberapa organ termasuk otak (multi-infark dementia) semisal stroke, dan lewy body dementia.

Bila Anda mengalami gejala penurunan daya ingat, segeralah membicarakannya dengan dokter saraf. Dokter akan melakukan tes untuk memastikan apakah Anda terkena demensia atau tidak. Sedini mungkin Anda menyatakan masalah ini, sesegera mungkin dokter akan membantu Anda.

Anda bisa melakukan latihan senam otak setiap saat. Gerakan intinya adalah menyilangkan tangan dan kaki secara bergantian. Langkah ini dapat membantu menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan kanan.

Melipat Kertas
Jika yang mengalami tanda-tanda demensia adalah salah satu anggota keluarga atau teman Anda, cobalah membawanya ke dokter. Anda bisa lebih dulu menceritakan gejala yang ada kepada dokter, sebelum si pasien masuk ke ruang praktiknya. Selanjutnya, Anda bisa menjelaskan segala hal secara detail termasuk tindakan dan perilaku penderita.

Dokter akan mencari tahu riwayat perjalanan penyakit, melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikoneurologis, tes laboratorium, EEG (elektro ensepalogram), dan CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging).

Pemeriksaan fisik biasanya meliputi penilaian domain kognitif. Bisa dengan meminta pasien menyebutkan nama organ tubuh atau objek yang ditunjuk, meminta pasien memeragakan suatu gerakan misalnya memukul dengan palu atau menyikat gigi, meminta pasien menebak barang semisal koin di tangan dengan mata tertutup, meminta pasien memungut kertas yang ditaruh di lantai dan melipatnya menjadi setengahnya, dan beberapa tes lain.

Tugas terakhir ini bisa sangat sulit bagi penderita yang sudah mengalami penurunan kemampuan dalam merencanakan sesuatu, berinisiatif, membuat urutan, dan berperilaku aneh.

“Untuk demensia yang bisa diperbaiki, dokter akan memberi pengobatan sesuai penyebabnya. Sementara untuk penderita yang mengalami demensia yang sulit sembuh, dokter akan memberi obat golongan donepezil, galantamine, dan rivastigmine,” paparnya.

Menurut penelitian, perawatan dengan cholinesterase inhibitor ini menunjukkan penurunan gejala yang cukup bagus dan stabilnya kemampuan kognitif untuk sementara waktu. Gejala menurunnya kemampuan kognitif pada beberapa pasien Alzheimer juga bisa dihambat dengan obat tersebut.   

Sekitar 20-35 persen pasien yang diterapi dengan obat ini menunjukkan kemajuan nilai tujuh poin dari tes neurofisiologis yang dijalaninya. @ Abd

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com