Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Prita, Cermin Buruk Komunikasi Pasien-Dokter

Kompas.com - 11/12/2009, 13:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus yang menimpa Prita Mulyasari seharusnya bisa dicegah apabila ada komunikasi yang baik antara pasien dan dokter. Demikian dikatakan Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jakarta Barat Prof dr Budi Sampurna, SH, SpF, DFM.

Budi menyarankan, jembatan penghubung antara pasien dan dokter harusnya diperkuat. Hal ini pun sedang diupayakan mengingat kesadaran masyarakat  terhadap kebutuhan informasi medis terus meningkat. Kesadaran dokter, bahwa masyarakat butuh ketenangan dengan mengetahui penyakitnya, pun kian bertambah.

Budi menyampaikan hal itu dalam seminar awam bertajuk Bagaimana Berobat Secara Pintar yang digelar dalam rangka memperingati HUT Ke-90 RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pekan lalu. Dalam seminar itu, diberikan pengetahuan mengenai pendekatan diagnosis dan terapi seorang dokter serta saran dan cara-cara dalam menghindari malapraktik.

Budi menyarankan agar pasien tak ragu untuk bertanya kepada dokter mengenai penyakitnya sehingga terhindar dari miskomunikasi yang berujung pada  perselisihan. Selain itu, dokter pun seharusnya lebih komunikatif terhadap pasien mengenai penyakit yang pasien alami.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Konsili Kedokteran Indonesia (KKI) Prof dr Menaldi Rasmin, Sp P(K) FCCP, memberikan tanggapan terhadap kasus malapraktik secara umum. Ia secara pribadi mengatakan, tak ada dokter yang sengaja berniat melakukan kesalahan dalam melakukan praktik karena menyangkut kredibilitas dan kariernya.

"Kalau sengaja melakukannya, lambat laun semua orang akan tahu dan lama-lama akan terhenti kariernya. Perlu diingat bahwa dokter juga seorang manusia," ujarnya.

Menurut Menaldi, semua dokter akan berupaya bekerja sebaik yang ia lakukan. Namun, sebuah kecelakaan dan sebuah hal lain bisa saja terjadi di luar tindakan yang diprediksi. "Semua tindakan medis tentulah berisiko. Semua kemungkinan risiko sudah dicoba untuk dicegah, dipersiapkan kemungkinan terburuk sehingga jika memang terjadi sesuatu yang di luar dugaan, maka bisa saja keluarga pasien tidak terima. Tapi ini namanya sengketa medis dan bukan malapraktik karena itu yang paling penting adalah komunikasi antara dokter dan pasien," tandasnya.

Lebih jauh, Menaldi menjelaskan bahwa seorang dokter bekerja hanya untuk kepentingan pasien. Jika pasien tak mau melakukan tindakan, maka itu terserah pada pasien. Tugas dokter hanya menjelaskan. Namun, pilihan tetap pada pasien. "Jika pasien mau melakukan tindakan, maka pasien harus diberi tahu dan setuju. Pasien juga harus menandatangani surat persetujuan tindakan medis.

Yang penting, kata dia, dokter harus mementingkan pasien dan bukan dirinya sendiri. Jangan lupa untuk komunikasikan hal buruk dan baik yang mungkin terjadi terhadap pasien di antara pasien dan dokter sehingga mengurangi risiko sengketa medis.

"Sebaiknya berikan saja semua keterangan medis yang menjadi hak pasien, tapi perlu diingatkan juga bahwa dokter bukanlah dewa dan bisa saja terjadi hal-hal yang di luar perhitungan kita," tandas Menaldi.

dr.Intan Airlina Febiliawanti

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau