Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Aset Penting Mencegah Pemanasan Global

Kompas.com - 19/11/2009, 17:21 WIB

 

 

JAKARTA, KOMPAS.com- Perempuan Indonesia dari dulu sudah merupakan aset terpenting sebagai motor penggerak dalam pengelolaan lingkungan. Dengan kemampuan beradaptasi dan bermitigasi dalam menerapkan kearifan lokal, perempuan harus dilihat sebagai subyek, agen perubahan dan penggerak, serta aset bangsa yang luar biasa dalam menyikapi berbagai masalah lingkungan hidup.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak Linda Amalia Sari menegaskan hal itu saat jadi pembicara kunci pada peluncuran buku State of World Population 2009 (terbitan United Nations Population Fund, 2009), Kamis (19/11) di Jakarta.

Kearifan lokal dalam penyelamatan lingkungan oleh perempuan di berbagai daerah, perlu ditularkan di tingkat nasional, bahkan internasional. "Ini bisa menjadi sumbangsih perempuan Indonesia dalam mengurangi atau mencegah meningkatnya suhu, sehingga pemanasan global dapat dikurangi dan dampak perubahan iklim dap at diatasi," katanya.

Berbicara tentang Peran Perempuan dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Linda menyontohkan sejumlah kearifan lokal dalam masyarakat Papua, Suku Batak, dan masyarakat Sulawesi Utara. Demikian juga dengan ada t pada Suku Sakai dan Suku Dayak, kearifan lokal telah menerapkan zonifikasi lahan yang ketat.

Misalnya, pada hutan adat hanya boleh diambil rotannya, damar, dan madu lebah, tetapi pohon-pohon utamanya tidak boleh ditebang.

Pada hutan larangan, yang biasanya berada di bantaran sungai, pohon-pohon sama sekali tidak boleh diusik. Hutan perladangan boleh ditebang untuk ladang dengan sistem rotasi. Selain menerapkan zonifikasi, Suku Sakai juga melarang warganya menebang beberapa jenis pohon, di antaranya pohon sialang, kapur, labuai, dan buah-buahan.

Pohon sialang ini merupakan tempat bersarangnya lebah. Pepohonan sekeliling pohon sialang, hingga radius 1-2 kilometrer juga dilarang ditebang karena pepohonan ini dinilai sebagai habitat lebah madu.

Kearifan lokal dalam masyarakat Minangkabau seperti pada pembagian zona pembangunan, denah tapak, seperti dalam ungkapan nan lereang ditanam tabu, nan bancah dijadikan sawah (yang di lereng ditanami tebu, yang becek dijadikan sawah). "Ini berarti rumah adat yang disebut Rumah Gadang tidak boleh didirikan di tanah yang basah, rendah, atau labil, atau di tanah pertanian," papar Menneg PP dan PA Linda Amalia Sari.

Menurut dia, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam usahanya mencegah dan mengurangi perubahan iklim yang berdampak terhadap manusia utamanya perempuan dan anak, telah menginisiasi pencanangan Model Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di wilayah padat penduduk.

Model ini, lanjutnya, diharapkan menjadi sarana bagi perempuan untuk aktif dalam mengelola dan pemanfaatan lingkungan. Bahkan dukungan yang kuat juga datang dari Pemerintah.

"Bapak Presiden telah mencanangkan aksi nasional Tanam dan Perilahara 10 Juta Pohon. Dari 10 juta pohon yang ditargetkan, pencapaiannya sekara ng sudah 16 juta pohon, yang salah satu tujuannya untuk mengatasi dampak perubahan iklim terhadap masyarakat," tandasnya.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com