Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Denyut Pariwisata Sumbar Tersenyum Lagi

Kompas.com - 20/10/2009, 12:01 WIB

PADANG, KOMPAS.com - Dua puluh hari telah berlalu sejak gempa 7,9 pada skala richter mengguncang Sumatra Barat (Sumbar). Bencana alam itu masih menyisakan trauma, rasa takut, dan kesedihan.
    
Denyut kehidupan Sumbar berangsur normal. Bahkan tiga hari setelah gempa aktivitas perekonomian dari pedagang kaki lima Kota Padang mulai terlihat. Tidak hanya perdagangan yang ingin segera beranjak dari keterpurukan, tetapi juga pariwisata yang menjadi bagian penting dari sektor jasa Ranah Minang. Keelokan alam Sumbar, kuatnya tradisi, dan beragamnya budaya Minang menjadi modal bagi pariwisata provinsi itu.
    
Belakangan terbukti, gempa tidak serta-merta merontokan sektor pariwisata Nagari Minang ini. Empat hari setelah gempa, Cagar Budaya Rumah Gadang Mande Rubiah, di Lunang Silaut, Pesisir Selatan (Pessel), Sumbar, sudah  didatangi pengunjung.
    
Dua minggu setelah gempa tercatat 15 kelompok pengunjung telah mendatangi cagar budaya yang menyimpan cerita sejarah Bundo Kanduang tersebut. "Empat hari setelah gempa sudah ada yang datang ke sini. Mereka ada yang sekadar berkunjung ada juga yang sengaja berziarah," kata suami dari Mande Rubiah, Suhardi.
    
Bahkan, menurut Suhardi, di antara para pengunjung ada yang datang kesorean dan  menginap dirumahnya.
    
Biasanya pengunjung tidak hanya mengagumi Rumah Gadang Mande Rubiah yang berusia ratusan tahun, tetapi juga berziarah ke makam Bungo Kanduang yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumahnya.  
    
Bukittinggi, kota yang menjadi salah satu andalan pariwisata Sumbar pun tidak serta-merta ditinggalkan wisatawan asing maupun lokal. Tingkat hunian hotel di kota tersebut cukup tinggi, apalagi hotel-hotel terbaik yang tersisa di Sumbar pascagempa hanya ada di kota berhawa sejuk tersebut.
    
Di Hotel Gran Malindo contohnya, kamar hotel mayoritas justru dihuni oleh wisatawan asing asal Jerman, Belanda, dan Turki. Menurut  seorang staf Hotel Gran Malindo, para wisatawan itu tidak terganggu dengan bencana yang baru saja terjadi. Karena itu kunjungan tidak dibatalkan atau pun ditunda.
    
"Mereka rombongan wisatawan asing dari Medan. Mereka biasanya mengambil paket wisata yang memasukan Bukittinggi sebagai salah satu tujuannya," ujar dia. Wisatawan asal Jerman dan Belanda, menurut dia, lebih menyukai wisata alam. Mereka akan mengunjungi Lembah Anai, Ngarai Sianok, Danau Maninjau, dan Singkarak.

Menanti kunjungan
    
Namun demikian, tidak semua aktivitas pariwisata di Sumbar kembali normal. Sieken contohnya, pedagang makanan dan minuman di obyek wisata jembatan akar, mengatakan, jumlah pengunjung belum kembali normal.
    
"Apalagi biasanya pengunjung yang paling banyak datang itu dari Padang Pariaman. Tapi ternyata daerah yang paling parah terkena bencana di sana, otomatis itu mempengaruhi jumlah pengunjung di sini," kata wanita beranak dua yang sedang menanti kelahiran anak ketiganya.
    
Jika di hari-hari besar agama jumlah pengunjung membludak, hingga pendapatan dapat mencapai Rp350.000 per hari, namun setelah gempa jumlah pengunjung di akhir pekan turun drastis. "Saya sudah berjualan di hari Sabtu dan Minggu pertama setelah gempa. Saya sama sekali tidak ada pemasukan karena tidak ada pengunjung," ujar dia.
    
Baru di minggu kedua pascagempa, menurut Sieken, pengunjung mulai tampak walau jumlahnya baru satu atau dua orang.
    
Banyak hal yang musti dibenahi untuk menunjang bangkitnya pariwisata Ranah Minang, seperti penginapan yang layak untuk menampung wisatawan asing dan lokal. Begitu pula berbagai fasilitas dan infrastruktur, seperti jalan, telekomunikasi, air bersih, hingga transportasi,  harus segera diperbaiki.    

Kegiatan promosi merupakan hal penting lain yang harus dilakukan untuk meyakinkan wisatawan asing maupun lokal bahwa Sumbar siap dikunjungi. Dan, tugas pemerintah baik pusat dan daerah untuk segera mengembalikan lagi "senyum" Ranah Minang menyambut kembali wisatawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com